JAKARTA – Harga keekonomian elpiji (liquefied petroleum gas/LPG) 3 kilogram saat ini sudah mencapai Rp10.500 per kg atau Rp31.500 per tabung. Namun harga yang ditetapkan pemerintah hanya Rp4.750 per kg atau terdapat selisih harga Rp5.750 per kg. Selisih ini yang harus ditanggung pemerintah melalui subsidi.

“Sekarang selisih Rp10.500 ke Rp 4.750, ini besar sekali. Lebih besar yang disubsidi (dibanding harga per kg),” kata Muchamad Iskandar, Direktur PT Pertamina (Persero).

Iskandar mengatakan harga patokan LPG dunia atau CP Aramco naik dibanding tahun lalu. Hal itu bisa dimasukan sebagai bahan pertimbangan pemerintah dalam mengambil keputusan. Jika pada tahun lalu hanya US$300 per ton , saat ini sudah mendekati US$400 per ton.

“Kemarin agak rendah Aramco. Tahun lalu US$300, sekarang mendekati US$400 per ton average (rata-rata). Sekarang ini sudah ke US$390-an,” ungkap dia.

Tidak harga keekonomian yang makin tinggi, konsumsi LPG 3 kg yang terus meningkat juga menambah beban pemerintah.

Elia Massa Manik, Direktur Utama Pertamina mengatakan dengan harga LPG saat ini cukup memberikan beban besar terhadap keuangan negara maupun Pertamina. Perseroan sudah melaporkan kondisi ini ke pemerintah, termasuk pengaruhnya terhadap kondisi keuangan Pertamina.

“Kita sudah sampaikan saat rapat di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan bilang kondisi kita. Tapi kan sudah diputuskan sampai Juni atau lebaran itu tidak ada kenaikan harga. Ya kami harus patuh,” kata Elia.

Konsumsi LPG bersubsidi terus meningkat setiap tahun. Kementerian ESDM mencatat, sejak 2007 hingga 2015 tercatat konsumsi elpiji pada masyarakat melonjak hingga 21,1 juta metrik ton. Pada 2015, volume konsumsi LPG mencapai 5,567 juta ton.(RI)