JAKARTA – Dengan harga urea di pasar global di level US$300 per ton seperti saat ini, produsen pupuk menilai harga gas yang ideal untuk industri sekitar US$5 per Million Cubic Feet per Day (MMCFD). Harga gas tersebut akan membuat produsen pupuk di Tanah Air bisa kompetitif dengan produsen lain di dunia.

“Prosen pupuk sangat tergantung dengan pasokan gas. Padahal, realisasi harga amoniak dan urea cenderung turun,” tutur General Manager Investasi dan Pengembangan PT Pupuk Indonesia, Digna Jatiningsih, dalam acara Indonesia Gas Society, di Jakarta, Kamis (26/11).

Dia mengatakan kebutuhan industri pupuk terhadap gas akan meningkat. Apabila seluruh pabrik milik PT Pupuk Indonesia menggunakan gas, kebutuha gas pada 2050 akan mencapai 1.600 MMSCFD. Sementara bila menggunakan energi campuran, kebutuhannya ditaksir berkisar 1.200 MMSCFD. “Saat ini kami memang mencoba menggunakan boiler batubara dan gasifikasi batubara. Tapi, kebutuhan investasi untuk gasifikasi batubara dua hingga tiga kali lebih besar dari gas bumi,” tutur Digna.

Sebelumnya, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) akan menurunkan harga gas khusus untuk pabrik pupuk menjadi US$7 per MMCFD. Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi mengatakan, setelah Presiden Joko Widodo mengumumkan paket kebijakan jilid III yang di antaranya mengatur penurunan harga gas, salah satu sektor yang mengusulkan agar menjadi target paket kebijakan tersebut adalah sektor pertanian khusus untuk pabrik-pabrik pupuk.

Saat ini harga gas untuk pupuk di angka US$8 per MMCFD. Namun, sektor industri pupuk hanya mampu menyerap dengan harga US$7 per MMCFD pada 2019. “Khusus untuk pupuk hanya mampu di harga US$7 MMCFD plus eskalasi 2% sampai 2019,” tuturnya.

Amien menegaskan penurunan harga gas tersebut tidak memangkas keuntungan produsen gas. Tetapi yang dikurangi adalah pendapatan negaranya dari praktik jual beli gas.”Pada 2019 tapi dengan catatan mengurangi bagian kontraktor. Jadi bagian kontraktor tetap, IRR-nya masih cukup, yang dikurangi adalah bagian negara,” katanya.

Ketua Komisi VII DPR Kardaya Warnika meminta agar gas hasil produksi di Indonesia sebesar-besarnya bisa dimanfaatkan untuk keperluan dalam negeri. Dia mengatakan sekarang ini produksi gas di Tanah Air tidak seberapa sehingga harus dibuang jauh-jauh pandangan bahwa Indonesia kaya akan sumberdaya migas. “Dengan dasar itu, harus ada upaya pemanfaatan gas secara optimal untuk kepentingan di dalam negeri,” tegas Kardaya, usai menjadi keynote speaker pada acara Indonesia Gas Sociaty.(LH)