JAKARTA – Rencana pemerintah untuk menerapkan aturan khusus dalam penetapan margin saat proses distribusi bagi penyalur gas dinilai bukan solusi yang bisa diterapkan untuk bisa menekan harga gas.

Achmad Widjaja, Wakil Komite Tetap Bidang Industri Hulu dan Petrokimia Kadin Indonesia, menegaskan rencana pemerintah tidak memiliki dasar cukup kuat karena kunci sebenarnya untuk bisa membenahi permasalahan gas adalah merampungkan revisi Undang-Undang Migas Nomor 22 Tahun 2001.

“Sulit untuk diterima, intinya UU migas belum tuntas jadi presiden pun tidak bisa intervensi. Dari PP saja ketahuan pemerintah tidak berdaya,” kata Achmad kepada Dunia Energi, Rabu (21/9).

Pemerintah sebelumnya menyatakan akan mengkaji penerapan aturan margin keuntungan yang bisa didapatkan (regulated margin) oleh penyalur gas sebagai salah satu upaya menekan harga gas di hilir. Penerapan regulated margin ini dimaksudkan untuk bisa menekan harga gas saat melalui proses distribusi. Kondisi sekarang dinilai tidak sesuai antara panjang pipa dengan harga yang berlaku.

Lebih lanjut Achmad mengungkapkan bahwa kondisi saat ini bisa terlihat terlalu banyak kepentingan yang mencampuri upaya pemerintah untuk menurunkan harga gas sehingga penurunan yang diharapkan sulit untuk tercapai.

Salah satu cara yang bisa ditempuh pemerintah untuk mengatasi mahalnya harga gas sambil menunggu rampungnya revisi UU Migas adalah mengkaji opsi untuk membuka keran impor LNG bagi industri karena harga gas di pasar internasional jauh lebih murah dibanding di dalam negeri. Hal itu untuk memastikan kegiatan indsutri tanah air tetap berjalan.

“Pemerintah bisa memberikan izin swasta impor LNG untuk dijual ke dunia usaha. Apalagi sekarang pasar internasional lagi turun, hanya US$ 3 per MMBTU,” tandas dia.(RI)