JAKARTA – Pemerintah menargetkan dengan turunnya harga gas penerimaan negara juga akan meningkat hingga mencapai Rp 31,97 triliun. Berdasarkan kajian Kementerian Perindustrian, jika penurunan harga gas dilakukan sebesar 47% maka benefit dari peningkatan penerimaan pajak dari ndustri bisa mencapai Rp21,3 triliun.

“Jika penurunan harga gas sebesar 68% dapat memberikan peningkatan penerimaan negara sebesar Rp 31,97 triliun,” kata Dyah Winarni Poedjiwati, Staf Ahli Bidang Sumber Daya Industri Kementerian Perindustrian disela-sela seminar Penurunan harga Gas Industri di Jakarta, Kamis (6/10).

Menurut Dyah, penyesuaian harga gas untuk industri akan memberikan pengaruh yang luas terhadap perekonomian nasional. Tidak hanya meningkatkan pendapatan pemerintah melalui peningkatan pajak, namun juga berkontribusi dalam upaya pengembangan industri melalui peningkatan nilai tambah.

Saat ini cara pandang terhadap gas bumi harus dirubah. Bukan lagi sebagai komoditas penghasil pendapatan negara, namun justru gas bumi sebaiknya kita posisikan sebagai bahan baku industri petrokimia maupun energi.

“Ini akan memberikan nilai tambah yang tinggi bagi pembangunan sektor industri dan memberikan multiplier effect yang signifikan untuk mendukung kemajuan ekonomi nasional,” kata dia.

Harga gas yang mahal di Indonesia ternyata sering dipertanyakan pelaku industri ataupun calon investor, tentu kondisi ini berpengaruh terhadaptingkat kepercayaan investor dan ujungnya adalah melemahkan daya saing serta daya tarik investasi.

Achmad Safiun, Ketua Umum Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIPGB), menyatakan harga ideal gas di tanah air seharusnya menyentuh angka US $ 5 per MMMBTU karena harga di negara tetangga, seperti di Malaysia juga hanya US$4 per MMBTU.  Karena jika lebih tinggi dipastikan produk Indonesia tidak akan bisa bersaing.

“Di Malaysia pemerintahnya memberikan bantuan atau added value ke industrinya, tapi yang terjadi di Indonesia justru sebaliknya,” tandas Safiun.(RI)