JAKARTA–  Para investor komoditas emas kini harap-harap cemas menanti hasil pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) yang akan digelar 15-16 Desember 2015. Jika Bank Sentral Amerika Serikat atau Federal Reserve jadi segera menaikkan suku bunga acuan, harga emas tahun depan diproyeksikan bakal terjerembab ke level di bawah US$ 1.000 per troy ounce (toz).

Harga emas berakhir turun pada penutupan perdagangan Jumat dinihari (11/12) karena dolar rebound menjelang kenaikan suku bunga AS yang diperkirakan pekan ini. Harga emas spot turun 0,06% pada US$ 1.072,10 per toz sementara harga emas berjangka AS untuk pengiriman Februari turun 0,4% pada US$ 1.072,50 per toz.

Harga logam mulia ini merosot ke US$ 1.045,85 per toz, terendah sejak Februari 2010, pekan lalu, ketika dolar melonjak ke level tertinggi dalam 12,5 tahun setelah pengumuman Ketua Fed Janet Yellen untuk menaikkan suku bunga AS pada Desember ini.

Kenaikan kurs dolar 0,6% terhadap sekeranjang mata uang utama, sementara penurunan harga minyak ke level terendah hampir tujuh tahun, menambahkan tekanan pada emas. Kelemahan dalam minyak bisa memicu kekhawatiran deflasi, faktor bearish untuk emas, yang sering digunakan sebagai lindung nilai terhadap inflasi yang dipimpin minyak.

Laporan yang dilansir Bloomberg pada Jumat (11/12) pekan lalu, harga kontrak pengiriman emas pada Februari 2016 di Commodity Exchange hanya mampu menguat 0,16% ke level US$ 1.073,7 per toz, padahal dalam sepekan sebelumnya emas telah tergerus sedalam 0,96%. Oversea-Chinese Banking CoRp (OCBC) bahkan memperkirakan harga emas bisa jatuh hingga US$ 950 per toz pada akhir 2016.

Pakar Ekonomi OCBC Barnabas Gan menyatakan outlook bearish emas sebagai refleksi dari peningkatan ekonomi di AS serta kenaikan biaya pinjaman menjadi 1,5% pada akhir tahun depan setelah kenaikan awal 0,25% pada pertemuan FOMC minggu ini. “Dengan sentimen peningkatan ekonomi dan kenaikan suku bunga di AS, minat pada aset berisiko akan mendominasi,” ungkap Gan seperti dikutip Bloomberg. OCBC disebut Bloomberg sebagai peramal harga komoditas terakurat sepanjang tiga kuartal pada 2015.

Analis menilai outlook komoditas tidak bagus di tengah tekanan prospek kenaikan suku bunga The Fed. Karena itu, harga emas diprediksi bisa jatuh di bawah US$ 1.000 per toz pada awal tahun depan. Sifat dasar emas sebagai alat lindung nilai sudah luntur karena inflasi global juga lemah.

Pada awal tahun ini, sejumlah lembaga ekonomi dunia seperti Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia cukup optimistis pada pertumbuhan ekonomi global. Belakangan IMF dan Bank Dunia akhirnya merevisi outlook mereka, menunjukkan bahwa kondisi ekonomi masih belum membaik. Perkiraan mereka kondisi ekonomi tahun depan kurang lebih sama dengan tahun ini bahkan lebih rendah.

Perlambatan kondisi ekonomi di Tiongkok membuat permintaan fisik emas juga tidak terlalu bagus. Hari Raya Imlek di Tiongkok maupun perayaan Diwali di India kemungkinan bisa mendorong permintaan emas. Namun kondisi ekonomi saat ini menekan belanja sehingga investor belum melirik kembali emas meski harganya rendah.

Data produksi sektor industri Tiongkok pada November secara tahunan naik 6,2% dibandingkan Oktober yang hanya 5,6% diprediksi tidak akan banyak memengaruhi harga emas pada awal pekan. Satu-satunya sentimen yang bisa mengangkat harga emas adalah memanasnya konflik di Timur Tengah. Dengan demikian, aset safe haven seperti emas akan diburu oleh para investor. (DR)