JAKARTA – Pemerintah berencana menahan harga bahan bakar minyak (BBM) penugasan, yakni premium dan biosolar hingga Juni 2017. Kebijakan tersebut akan segera ditetapkan berdasarkan beberapa parameter yang saat ini tengah dikaji. Harga BBM penugasan dievaluasi setiap tiga bulan.

Ignasius Jonan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan kelebihan dana dari penetapan harga BBM tahun lalu saat harga minyak dunia masih rendah bisa dimanfaatkan untuk menalangi kekurangan dana saat harga minyak dunia kembali merangkak naik.
Untuk itu, harga BBM yang dikendalikan pemerintah yakni premium, biosolar serta kerosene akan diusahakan pada periode April-Juni akan tetap dipertahankan.

“Pada tahun lalu waktu harga minyak turun dibawah US$ 40 per barel, harga eceran BBM tidak kita turunkan. Jadi ada cadangan dana di Pertamina, itu bisa digunakan pada saat harga minyak mentah naik,” kata Jonan di Jakarta, Jumat (24/3).

Berdasarkan Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 39 Tahun 2015, penyesuaian harga BBM penugasan dilakukan setiap tiga bulan sekali dengan mempertimbangkan rata-rata harga Mean of Platts Singapore (MOPS), harga minyak dunia, dan nilai tukar dolar AS dengan kurs beli Bank Indonesia (BI).

IGN Wiratmaja Puja, Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM, mengatakan berdasarkan formula memang ada kecenderungan kenaikan harga BBM. Pasalnya, harga minyak dunia sejak pergantian tahun naik. Namun parameter perhitungan harga tidak hanya berdasarkan yang sudah diatur dalam regulasi.
Pemerintah, kata dia, mempertimbangkan kondisi perekonomian secara keseluruhan serta aspek sosial masyarakat yang akan berdampak jika ada perubahan harga. “Meskipun harga minyak naik turun, berdasarkan formula naik tapi harus dilihat perekonomian aspek sosial,” ungkap Wiratmaja.
Selain itu, pemerintah juga memperhatikan tren pergerakan harga minyak karena diperkirakan masih akan terus fluktuatif tidak selalu bergerak naik. Pemerintah tidak mau salah langkah dengan terburu-buru merubah harga karena ketika harga minyak kembali anjlok tentu nanti gapnya terlalu jauh.
“Tren kedepan juga menjadi perhatian, karena kita juga lihat kemarin kan naik terus turun lagi. Jangan sampai kita naikin tapi terus nanti harga minyak dunia justru turun jauh lagi,” ungkap Wiratmaja.
Disisi lain, Pertamina mengungkapkan kelebihan dana yang sempat diperoleh dari penjualan BBM pada awal tahun lalu saat harga minyak masih dibawah US$ 40-US$50 per barel sudah habis terpakai saat semester kedua 2016 ketika harga minyak mulai merangkak naik.

“Defisit, iya. Sebenarnya dari Januari itu juga defisit. Harga sudah tembus diatas US$ 50 per barel, tapi kita masih dengan asumsi US$ 40 per barel,” ungkap Muchamad Iskandar Direktur Pemasaran Pertamina.

Menurut dia, Pertamina sudah mengkoordinasikan hal tersebut kepada pemerintah dan diharapkan mengambil kebijakan yang tidak merugikan Pertamina sebagai perusahaan negara.

“Ada kesepakatan dari awal, kalau ini turun jangan diturunkan lagi. Sehingga kami dapat gain. Ini masih mulai turun tipis sih. Ya mudah-mudahan turun lagi. Makanya evaluasi setengah tahun setelah lebaran nanti,” tandas Iskandar.(RI)