JAKARTA– Harga batubara kontrak November 2016 berakhir stagnan pada penutupan perdagangan Jumat pekan lalu setelah selama empat hari menguat.  Harga batu bara untuk kontrak November di Bursa Roterdam ditutup stagnan pada posisi US$63 per metrik ton. Padahal pada perdagangan sehari sebelumnya, harga batu bara ditutup menguat 1,12% atau 0,70 poin ke US$63 per metrik ton.

Pergerakan harga batu bara sebelumnya telah rally selama empat hari perdagangan sejak penguatan pertama sebesar 0,58% ke US$61,05 pada 12 September.

Harga batubara terbang ke level tertingginya sejak September 2015. Dukungan kenaikan permintaan jadi pendongkrak utama harga batubara. Mengutip Bloomberg, harga batubara kontrak pengiriman Oktober 2016 di ICE Futures Exchange melambung 0,49% di level US$ 70,75 per metrik ton dibanding hari sebelumnya. Bahkan dalam sepekan terakhir harga sudah naik 2,31%.

Sejumlah analis menyatakan pergerakan harga batubara tergolong stabil dan berbalut tren bullish. Secara fundamental juga positif di pasar global terutama dengan indikasi tren permintaan yang membaik. Kenaikan permintaan itu masih datang dari kawasan Asia seperti Thialand, Vietnam India, dan China.

Di sisi lain, sejumlah negara di Eropa, China, dan AS saat ini mencoba untuk transisi ke energi terbarukan. Kendati demikian, mayoritas negara di Asia masih bergantung pada batubara karena kebutuhan komoditas tersebut untuk bahan bakar pembangkit listrik sangat besar

Dalam laporan terbarunya, DBS Asian Insights memperkirakan kebutuhan batubara di India akan naik 2,8% per tahun. Di sisi lain, menurut DBS, Upaya China mengurangi konsumsi batubaranya terhalang oleh mayoritas pembangkit listriknya yang berbahan batubara. Proses peralihan ke energi terbarukan akan terhambat karena Negeri Tirai Bambu itu memerlukan biaya besar untuk konversi ke pembangkit listrik ramah lingkungan. (DR)