JAKARTA- Harga batubara acuan (HBA) Januari 2017 turun dari US$101,69 per ton pada Desember 2016 menjadi US$86,23 per ton di Januari 2017 didorong faktor eksternal, yaitu kebijakan dalam negeri China dan Australia. Meskipun begitu, posisi tersebut masih jauh lebih tinggi dari harga rata-rata tahun lalu.

Sujatmiko, Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, mengatakan faktor eksternal tersebut turut memengaruhi HBA dalam negeri yang jatuh hingga 15,2% pada bulan ini. China ditengarai mengatur perdagangan batu bara (trade coal) dengan kalori 6.322 (kkal/kg) agar berada di bawah level US$ 100 per ton sehingga harga batu bara domestik China pun terus turun.

Dia juga menjelaskan, penurunan harga juga dipengaruhi yuan atau reninmbi, mata uang China, yang kian melemah. Adapun dari Australia tambah Sujatmiko, kebijakan pemerintahan Negeri Kanguru terkait pajak impor turut menekan harga komoditas tersebut. “Pajak impor batu bara Australia dengan kualitas seperti produk China menjadi 0% dari semula 2%,” katnaya.

Kendati HBA Januari turun, Kementerian ESDM tetap fokus untuk menargetkan produksi batu bara tahun ini sebesar 413 juta ton, turun dibandingkan target tahun lalu sebesar 419 juta ton, meski realisasi produksi bisa di atas target. Bambang Gatot Aryono, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, sebelumnya mengatakan target ini bukan berdasarkan perhitungan instansinya. Namun, target tersebut disesuaikan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) milik Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).

Target ini jauh di bawah kemampuan produksi domestik mengingat prognosa produksi hingga akhir tahun ini saja mencapai 434 juta ton atau 3,57 persen dari target semula 419 juta ton. Untuk itu, Ditjen Minerba akan bertemu dengan Kementerian Keuangan untuk mengubah target ini, sehingga asumsi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Minerba juga bisa berubah.

“Rencana produksi batu bara pada tahun depan ini diteken oleh keputusan RPJMN dalam Bappenas. Padahal realisasi produksi bisa jauh lebih besar daripada itu,” ujar dia.

Menurut Bambang, peningkatan produksi tahun ini disebabkan oleh banyaknya Izin Usaha Pertambangan (IUP) skala kecil yang sudah memasuki masa eksploitasi. Jika target produksi dibatasi, pemerintah perlu menahan aktivitas pertambangan IUP. Namun, hal itu dinilai sukar
dilakukan mengingat sebagian besar IUP kecil telah melakukan studi kelayakan (feasibility study) hingga konstruksi pertambangan.

Bambang menjelaskan produksi batu bara sangat penting agar PNBP Minerba tahun depan sebesar Rp 45,2 triliun bisa tercapai. Apalagi, pemerintah juga ingin memanfaatkan kenaikan harga batu bara dalam beberapa waktu terakhir. (DR)