JAKARTA – Kenaikan harga batu bara hingga menembus US$100 per ton telah berdampak terhadap kinerja PT PLN (Persero). Pasalnya, batu bara berkontribusi terhadap 60% biaya pokok produksi PLN.

“Kami kehilangan untung Rp 20 triliun karena harga batu bara. Laba tinggal Rp3 triliun-Rp4 triliun, kan kasihan PLN. Lagi diaudit sekarang,” ujar Sofyan Basir, Direktur Utama PLN di Jakarta.

Untuk membantu PLN yang juga harus mempertahankan tarif listrik tidak naik hingga akhir 2019, pemerintah pun berencana menetapkan formulasi harga batu bara domestik untuk pembangkit listrik.

Menurut Sofyan, dengan penetapan harga batu bara, ada kepastian alokasi anggaran.  Dengan begitu PLN  tidak perlu menaikkan tarif listrik, meskipun harga batu bara berfluktuasi. Selain itu, keuangan PLN pun akan menjadi lebih baik dan perusahaan bisa melakukan berbagai aksi korporasi dan berinvestasi.

“Balik lagi (sehat keuangan PLN) labanya tinggi lagi nanti. Bisa investasi lagi, daerah terpencil bisa kami listriki lagi. Transmisi bisa jalan lagi. Tarif kalian (masyarakat) tidak perlu naik. Saya jamin,” tegas Sofyan.

Hampir 60% harga pokok produksi listrik PLN berasal dari batu bara.

Formulasi sangat diperlukan karena hampir 60% harga pokok produksi listrik berasal dari batu bara. diikuti oleh gas sebesar 24,82%.

Bauran energi dari tenaga air sukses menyalip BBM berada ditempat ketiga dengan persentase 7,06%, sementara bauran BBM sekarang hanya tinggal 5,81% dan terakhir energi baru terbarukan (EBT) lain dan panas bumi sebesar 5,09%.

Porsi BBM saat ini terbilang kecil, namun karena harga minyak mentah dunia naik maka turut mempengaruhi kinerja keuangan PLN.

“Ternyata bisa sampai US$68 per barel, sesak nafas juga. Namun BBM penggunaannya kecil, hanya sekitar 5%. Jadi kami masih bisa tahan, walau selisihnya sampai Rp 6 triliunan. Itu kenaikan biaya,” papar Sofyan.

PLN berharap formulasi harga batu bara untuk pembangkit menggunakan skema fix price. Dengan begitu akan dengan segera mengembalikan performa positif PLN ditengah peningkatan harga batu bara.

“Kalau harganya fix, keuntungan lagi dihitung. Mudah-mudahan sih bisa mencapai Rp 10 triliun-15 triliun. Bisa buat investasi lagi ke depannya,” kata Sofyan.(RI)