JAKARTA – Harga minyak dunia yang rendah dalam beberapa tahun terakhir masih memberikan efek negatif terhadap industri minyak dan gas, termasuk sektor penunjang hulu. Efisiensi yang dilakukan perusahaan migaspun berimbas pada tunggakan pembayaran jasa pengeboran, hingga mengancam kelangsungan industri pengeboran.

“Mereka kesulitan keuangan dalam masa sekarang, tapi masa kami yang tanggung. Secara pasti survei total sekitar US$ 300 juta, rata-rata ada yang umurnya 2 – 3 tahun tunggakannya,” kata Dharmizon Piliang, Sekretaris Umum Asosiasi Perusahaan Pengeboran Minyak Gas dan Panas Bumi Indonesia (APMI).

Saat ini anggota APMI mencapai 354 perusahaan dan hanya sekitar 219 perusahaan yang masih aktif melakukan usahanya.

Menurut Dharmizon, banyak anggota APMI sudah selesai menjalankan kewajiban kontrak, namun pihak kontraktor kerap kali menunggak pembayaran. Padahal ditengah kondisi migas seperti sekarang perputaran dana sangat diperlukan untuk.memastikan bisnis tetap berjalan.

“Bicara drilling misalnya butuh 30 hari, setelah selesaikan ini kita lakukan penagihan lalu harusnya 30 hari setelah itu mereka bayar. Tapi pada intinya setelah bekerja untuk kontrak pendek 3-4 sumur, sumur pertama sudah dibayar sumur kedua dan ketiga atau keempat tidak dibayar. Jadi ini banyak tagihan yang menumpuk,” ungkap Dharmizon.

Menurut dia, APMI meminta kepastian hukum untuk segera diimplementasikan secara maksimal oleh pemerintah. Pasalnya sudah banyak anggota APMI yang terkena imbas dari kondisi ini,  bahkan ada beberapa di antaranya dengan sangat terpaksa merumahkan pekerja karena ketiadaan dana untukmelakukan usaha.

“Kami harus efisiensi, karyawan kita rumahkan. Bahkan sekitar 40-50% anggota ada yang pailit,” tandas Dharmizon.(RI)