INDRAMAYU– Kilang pengolahan atau refinery unit (RU) VI Balongan di Indramayu, Jawa Barat dengan kapasitas produksi 125 ribu barel per hari ditargetkan menjadi kilang pengolahan minyak terunggul di kawasan Asia Pasifik pada 2025. Syawaludin Azwar, Pejabat Sementara General Manager RU VI Balongan, mengatakan kilang Balongan bukan yang terbesar dimiliki Pertamina tetapi kenjadi yang paling modern.

“Dari kapasitas produksi, RU VI Balongan berada di posisi keempat, di bawah RU Cilacap dengan kapasitas 348 ribu barel per hari (bph), RU Balikpapan 260 ribu bph, dan kilang Dumai 170 bph. Namun, kapasitas RU Balongan di atas RU Musi, Plaju sebesar 118 ribu bph dan RU Kasim 10 ribu bph,” ujar Syawaludin saat bertemu para pengamat energi (migas) dan pemimpin redaksi media nasional di Indramayu, Selasa (29/8).

Berdasarkan pada teknologi proses dan peralatan kilang saat ini, nilai kompleksitas RU VI Balongan adalah 11,7 mengacu pada perhitungan Nelson Complexity Index atau yang tertinggi di antara enam kilang minyak milik Pertamina lainnya. “Kalau dirata-ratakan, total nilai kompleksitas seluruh kilang Pertamina sekitar 6,” ujar dia.

Menurut Syawaludin, RU VI Balongan mengolah minyak mentah  yang berasal dari 68% domestik dan 32% impor menjadi produk-produk BBM (premium, kerosene, solar), BBK (pertamax, pertalitex, pertamax turbo) non-BBM (LPG, Propylene) dan produk liannya (HOMC, DCO). Jenis minyak mentah yang cocok untuk diolah di kilang ini adalah Minas dan Duri. “Karena pasokan minyak jenis heavy ini sulit, kami coba blending crude oil agar menghasilkan produk seperti Minyak dan Duri,” katanya.

Sebanyak 52% produk RU VI adalah BBM, 20% 20% berupa Decant dan HOMC, dan 17% BBK berupa pertamax, pertalite, dan pertamax turbo. Sementara itu, 11% non-BBM berupa LPG dan propylene. “Distribusi produk BBM dan BBK sebanyak 62% ke DKI Jakarta dan sekitarnya 25% ke Jawa Barat serta 13% ke Banten,” ujarnya.

Untuk mencapai target kilang terunggul di Asia Pasifik, RU VI menyiapkan sejumlah proyeksi. Tahun ini, misalnya, RU VI Balongan siap memproduksi avtor dan tahun depan membangun system pengaman kilang dan pengembangan sarana dan prasarana dan pengadaan kapal. Pada 2019 akan dilakukan turn around kilang existing serta turn around Kilang Langit Biru Balongan (KLBB) pada 2020 dan pada 2021 Refinery Development Master Program berupa peningkatan kapasitas dan pemenuhan spesifikasi Euro 4.

RU VI Balongan merupakan kilang keenam dari tujuh unit kilang yang dimiliki oleh Pertamina. RU VI Balongan bukan tergolong kilang baru, kilang ini beroperasi sejak Agustus 1994. Kegiatan bisnis utamanya adalah mengolah minyak mentah menjadi produk-produk bahan bakar minyak (BBM), bahan bakar khusus (BBK), non-BBM dan petrokimia.

“Keunggulan RU VI adalah penggunaan teknologi modern, yaitu dengan adanya Unit Produksi Residu Catalytic Cracking (RCC), Kilang Langit Biru Balongan (KLBB), dan RCC Off Gas to Propylene Plant (ROPP),” ujar Syawal.

Hendri Agustian, engineering manager RU VI Balongan, mengatakan unit RCC merupakan instalasi awal di RU VI Balongan, dengan kapasitas 83 barrel stream per day (bspd) didesain untuk mengolah residu menjadi produk dengan nilai ekonomi tinggi seperti LPG, Propylene, Polygasoline (mogas dengan RON 98), Naptha (RON 92), Light Sycle Oil (LCO) dan Decant Oil (DCO).

RU VI Balongan juga memiliki unit kilang KLBB pada 2015 untuk memenuhi ketentuan bahan bakar yang ramah lingkungan bebas timbal. KLBB mengolah Low Octane Mogas Component (LOMC) dari kilang lain (yang semula harus ditambahkan Timbal/TEL untuk memenuhi spesifikasi produk Premium) menjadi produk High Octane Mogas Component (HOMC). “Produknya dikirimkan ke kilang lain sebagai komponen bensin pengganti TEL untuk member nilai tambah,” katanya.

Selain itu, tambah Hendri, RU VI Balongan pada 2013 mengoperasikan kilang RCC Off Gas to Propylene Plant (ROPP), unit penghasil propylene dari recovery off gas di Indonesia. “Setelah kilang ROPP beroperasi, off gas (gas yang tidak bernilai ekonomis dan dibuang) diolah menjadi produk propylene sehingga mengurangi emisi sebesar 84.900 ton CO2 ekuivalen per tahun,” ujarnya.

Menurut Syawaludin, ketiga teknologi yang ada di RU VI Balongan merupakan satu-satunya di Indonesia yang mampu mengolah residu menjadi produk bernilai jual tinggi di antaranya Propylene, Gasoline, Pertamina Dex dan Pertamax Plus dengan bahan baku minyak berat (heavy), yaitu minyak mentah (crude oil) dengan nilai berat jenis atau fraksi yang tinggi, untuk residu berat jenisnya bernilai sekitar 0,9. “Residu itulah yang nantinya diolah menjadi high valuable product,” katanya.

Yusuf Wibisono, finance manager RU VI Balongan, menambahkan minyak berat jika dijual sebagai minyak mentah karena harganya murah. Apalagi selisih biaya yang dihasilkan dalam satu barel minyak mentah dengan harga jual minyak tersebut tipis. Dengan teknologi RCC di RU Balongan, minyak mentah kategori berat dapat diolah menjadi suatu produk yang memiliki nilai jual tinggi.

“Sampai akhir Juli 2017, khusus untuk RU VI Balongan lebih tinggi dari anggaran, GRM 3% di atas anggaran. Berdasarkan harga pasar, hingga akhir Juli 2017, RU VI Valongan sangat bagus 46% dari RKAP. Dibandingkan keseluruhan RU Pertamina, sekitar 3% di atas RKAP,” ujarnya. (DR)