JAKARTA – Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung akan membacakan putusan perkara gugatan Izin Lingkungan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Cirebon 2 hari ini, Rabu (19/4).

Dwi Sawung, Pengkampanye Isu Urban dan Energi WALHI, mengatakan perkara gugatan Izin Lingkungan PLTU Cirebon 2 merupakan perkara antara enam warga Desa Kanci Kulon, Kecamatan Astanajapura, Kabupaten Cirebon, yakni Dusmad, dan kawan-kawan sebagai para penggugat melawan Kepala Badan Penanaman Modal dan Perizinan Provinsi Jawa Barat (BPMP Provinsi Jawa Barat) sebagai tergugat.

“Perkara gugatan Izin Lingkungan PLTU Cirebon 2 telah berjalan sejak bulan Desember 2016 dan akan mencapai tahap akhirnya, yakni pembacaan putusan pada hari Rabu 19 April 2017,” ujar Dwi.

Disisi lain, konsorsium pengembangan PLTU Cirebon 2, PT Cirebon Energi Prasarana, telah menandatangani perjanjian pendanaan (loan agreement) dengan tiga lembaga keuangan, yakni Japan Bank for International Cooperation (JBIC), Korea Eximbank (KEXIM) dan Nippon Export and Investment Insurance(NEXI) senilai US$ 1,74 miliar atau lebih dari Rp 23 triliun untuk proyek PLTU Cirebon 2 berkapasitas 1×1.000 megawatt (MW), pada Selasa (18/4).

Penandatanganan perjanjian pendanaan akan segera diikuti dengan diselesaikannya proses pembiayaan pembangunan (financial closing) PLTU Cirebon 2 pada 8 Mei 2017 yang akan datang.

“Penandatanganan perjanjian pendanaan tersebut dilakukan satu hari sebelum agenda pembacaan putusan perkara gugatan Izin Lingkungan PLTU Cirebon 2, yakni pada hari Rabu,” ungkap Dwi.

Menurut Dwi, para penggugat memiliki empat alasan utama terhadap Izin Lingkungan PLTU Cirebon 2. Keempat alasan tersebut adalah pemberian izin lingkungan PLTU Cirebon 2 yang meliputi daerah Kecamatan Astanajapura dan Kecamatan Mundu bertentangan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Cirebon Tahun 2011 – 2031.

RTRW Kabupaten Cirebon Tahun 2011 – 2031 mengatur bahwa pembangunan PLTU direncanakan hanya di Kecamatan Astanajapura saja.

Kedua, pemberian izin lingkungan dilakukan tanpa melibatkan partisipasi masyarakat, khususnya para penggugat. Kewajiban konsultasi mengenai kerangka acuan Amdal, pengumuman permohonan izin lingkungan, pembahasan Amdal, dan juga pengumuman penerbitan izin lingkungan tidak dilakukan tergugat.

Ketiga, pemberian izin lingkungan didasarkan pada dokumen Amdal yang cacat substantif. Cacatnya substansi Amdal PLTU Cirebon 2 ini meliputi tiga hal utama, yakni:

a. Rona awal lingkungan hidup tidak valid dan representatif. Hal ini terlihat dari metode pengujian kualitas udara ambien yang dilakukan oleh penyusun Amdal. Penyusun Amdal hanya melakukan pengujian kualitas udara ambien di lokasi direncanakannya PLTU Cirebon 2 dalam periode satu minggu saja, padahal untuk memperoleh data yang valid dan representatif penyusun Amdal harus melakukan pengujian kualitas udara setidaknya selama satu tahun.

b. Prakiraan besaran dan sifat penting dampak tidak valid dan representatif. Penyusun Amdal tidak mempertimbangkan kontribusi particulate matter 2.5 (PM 2.5) terhadap dampak penurunan kualitas udara ambien. Padahal parameter ini erat kaitannya dengan dampak penurunan kesehatan masyarakat;

c. Bagian evaluasi secara holistik dalam Amdal disusun tidak berdasarkan standar yang ada. Bagian evaluasi secara holistik dalam Amdal PLTU Cirebon 2 tidak menjelaskan bentuk hubungan keterkaitan dan interaksi dampak penting hipotetik beserta karakteristiknya, sebagaimana diharuskan oleh peraturan.

Alasan Keempat, pemberian Izin Lingkungan PLTU Cirebon 2 tidak mempertimbangkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Tergugat tidak mempertimbangkan kualitas udara ambien yang sudah buruk di area PLTU Cirebon 2 akan dibangun. Selain itu, Tergugat juga tidak mempertimbangkan adanya PLTU Tanjung Jati A dengan kapasitas 2×660 MW yang jaraknya hanya 2 km dari area PLTU Cirebon 2.
Menurut Dwi, pemberian izin lingkungan oleh tergugat kepada PLTU Cirebon 2 tentu berpotensi mengakibatkan terlampauinya daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.

Para penggugat berdasarkan pada empat dalil utama tersebut memohon PTUN Bandung untuk menyatakan Izin Lingkungan PLTU Cirebon 2 batal atau tidak sah sekaligus memerintahkan Kepala BPMP Provinsi Jawa Barat untuk mencabut Izin Lingkungan PLTU Cirebon 2.

“Di tengah-tengah gugatan tersebut, Konsorsium Cirebon Energi tentu akan menghadapi resiko pencabutan Izin Lingkungan untuk proyek PLTU Cirebon 2,” tandas Dwi.(RA)