JAKARTA – Pemerintah kembali membuka opsi untuk mengubah skema dalam pengelolaan blok migas yang dikerjasamakan  dengan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS). Salah satu skema yang tengah dalam kajian intensif adalah gross split.

Ignasius Jonan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengungkapkan skema gross split dikaji untuk menghidarkan perdebatan terkait biaya operasi yang bisa dikembalikan (cost recovery) yang selama ini kerap kali terjadi.

“Kami akan coba berusaha untuk KKKS ke depan adalah gross split. Jadi sudah tidak ribut lagi terkait cost recovery. Terserah bagaimana cara kerja KKKS, yang penting beres pas hitungan gross splitnya,” kata Jonan disela rapat kerja dengan Komisi VII DPR, Selasa (22/11).

Pemerintah sendiri menganggarkan cost recovery sebesar US$8,5 miliar dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Penyesuaian (APBNP) 2016. Angka ini kemudian meningkat US$10,4 miliar pada 2017 mendatang. Upaya penekanan cost recovery terus dilakukan karena dianggap terlalu membebani keuangan negara. Untuk itu kajian perubahan skema kontrak pengelolaan blok migas ini terus dipercepat.

Dengan mekanisme gross split potensi kerugian pemerintah dari perhitungan cost recovery diharapkan bisa ditekan karena perhitungan bagi hasil antara kontraktor dan pemerintah dilakukan saat awal pembahasan kontrak.

IGN Wiratmaja Puja, Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM menegaskan jika memang jadi terealisasi maka gross split diharapkan bisa menjadi jalan keluar dan solusi pemerintah untuk menekan potential loss. Mekanisme gross split dinilai lebih efisien dari sisi biaya dan waktu pembahasan.

“Jadi gross split saja, hasil berapa splitnya berapa-berapa. Tidak pakai cost recovery lagi,” tandas Wiratmaja.(RI)