JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) meyakini revisi regulasi Gross Split direspon positif kontraktor minyak dan gas.  Pasalnya beberapa poin regulasi yang direvisi ditetapkan berdasarkan masukan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS),  terutama yang melakukan  penawaran pada lelang Wilayah Kerja (WK) periode pertama tahun ini.

Lelang Wilayah Kerja (WK)  migas periode pertama tahun ini baru akan ditutup pada September mendatang.

Arcandra Tahar, Wakil Menteri ESDM,  mengatakan perubahan dalam aturan main gross split kali ini cukup signifikan terutama untuk bisa meningkatkan keatraktifan lapangan seiring tambahan  berbagai insentif kepada kontraktor.

Dalam perhitungan split di revisi gross split pemerintah menggunan blok-blok yag dilelang sebagai basis perhitungan split sehingga hasilnya menjadi lebih real.

“Kita mendengar masukan dari yang mengambil bid around apa kendala mereka. Dari masukan itu, dan dari economic modelling sesuai plan of development (PoD) yang di submit kita lihat apa yang bisa diperbaiki. Sekarang justru yang kontraktor yang sudah bid jadi takut karena peminatnya banyak,” ungkap Arcandra di kantor Kementerian ESDM, Rabu (30/8).

Menurut Arcandra, terdapat tujuh poin utama perubahan dalam revisi aturan gross split.  Pertama adalah kumulatif produksi, dimana kontraktor akan mendapatkan split meskipun jumlah produksi masih kurang dari 30 MMBOE.  Padahal dalam regulasi sebelumnya split baru akan diberikan jika kumulatif 1 MMBOE.

Kedua, terkait dengan progresif split yakni harga minyak dunia yang saat ini menggunakan rumus tertentu sehingga tidak merugikan kontraktor karena dalam regulasi sebelumnya perubahan harga sedikit saja berdampak besar terhadap split yang diterima. Kemudian komponen progresif juga ditambah tidak hanya menghitung split berdasarkan harga minyak,  tapi saat ini harga gas juga dimasukan sehingga split bagi kontraktor yang mengembangkan gas bumi juga lebih jelas perhitungan splitnya.

Revisi ketiga adalah kondisi lapangan.  Pemerintah akan memberikan split tambahan sebesar 3% jika kontraktor bisa melakukan PoD II. Pada aturan sebelumnya split hanya didapatkan ketika kontraktor mengajukan PoD I.

“Adanya perubahan ini diharapkan turut mendorong aktifitas eksplorasi disekitar wilayah yang sebelumnya memang telah dikembangkan,” ungkap Arcandra.

Perubahan keempat adalah fase produksi yang juga ditambahkan dosis splitnya. Untuk perubahan fase produksi merupakani wujud upaya pemerintah untuk mendorong kegiatan Enghance Oil Recovery (EOR). “Sekarang kita double splitnya, agar menggunakan EOR dalam fase produksi,” kata Arcandra.

Salah satu perubahan terbesar dalam regulasi ini adalah terkait mekanisme perhitungan kandungan H2S.

Arcandra mengakui dalam regulasi sebelumnya patokan perhitungan tidak sesuai dengan kondisi sebagian besar H2S lapangan migas di tanah air. “Dulu dimulai dari 500 ppm padahal kebannyakan lapangan kita itu 4.000 ppm,” kata dia.

Revisi selanjutnya menyasar kepada ketersediaan infrastruktur. Terdapat perbedaan bagi pengembangan lapangan onshore dan offshore yang masing-masing juga akan ditambahkan splitnya oleh pemerintah.

Revisi ketujuh merupakan revisi dalam mekanisme  deskresi menteri. Dalam regulasi baru nanti kewenangan menteri tidak hanya sebatas mampu memberikan split tambahan 5%. Dalam beleid yang direvisi nanti menteri ESDM dapat melakukan penambahan atau pengurangan bagian kontraktor namun tetap didasarkan aspek komersialitas lapangan.

Dengan adanya perubahan tersebut penerimaan negara bisa lebih kompetitif, namun demikian dengan sambutan baik dari para kontraktor maka kegiatan operasi bisa menjadi lebih masif. Karena setelah simulasi Internal Rate of Return (IRR) para kontraktor menjadi lebih besar.

“Penerimaan lebih kompetitif memang tapi untuk dapatkan multplier efect lebih banyak,” tandas Arcandra.(RI)