JAKARTA – Keputusan pemerintah mengubah mekanisme kontrak minyak dan gas menjadi kontrak bagi hasil (production sharing contract/PSC) gross split berpotensi meningkatkan kompetensi industri penunjang hulu migas nasional. Apalagi dengan adanya mekanisme pemberian insentif dari pemerintah jika menggunakan komponen dalam negeri.

Wargono Soekarno, Ketua Umum Asosiasi Pemboran Minyak dan Panas Bumi (APMI), mengatakan skema gross split diharapkan bisa menjadi stimulus baru dalam mendatangkan investor guna menggarap blok-blok migas baru, sehingga membuka peluang bagi pemain lokal di sektor hulu migas untuk bisa mendapatkan pekerjaan.

“Gross split positif dilihat dari adanya investor baru yang mengambil lapangan migas baru dengan PSC lama berkali-kali lelang tidak laku. APMI akan dapat pekerjaan apabila ada kegiatan eksplorasi dan ekploitasi,” kata Wargono kepada Dunia Energi, Jumat (20/1).

Gross split merupakan skema dengan menghitung perkiraan budget, biaya operasi pada awal kegiatan. Negara tidak lagi dibebankan untuk membayar atau mengganti biaya produksi yang dilakukan oleh kontraktor kontrak kerja sama (KKKS).
Menurut Wargono, selain efisien skema gross split juga bisa dimanfaatkan untuk meminimalisir adanya tekanan dari berbagai oknum terhadap perhitungan biaya pengembalian produksi yang ditanggung negara (cost recovery).

“Gross split membuat kendala birokrasi hilang seperti plan of development (PoD) yang bertahun-tahun, Permainan cost recovery, arogansi pejabat dengan mengatur vendor dan titip menitip,” tegasnya.

Penggunaan komponen lokal menjadi salah satu poin yang diharapkan bisa meningkat melalui skema baru tersebut karena termasuk dari variabel split yang akan diterima para kontraktor.

Dalam pasal 6 ayat 2 Permen ESDM No 8 Tahun 2017 disebutkan 10 variabel split yang akan didapatkan jika bisa dipenuhi para kontraktor, di antaranya adalah status wilayah kerja, lokasi lapangan, kedalaman resevoir, ketersediaan infrastruktur pendukung, jenis reservoir, kandungan CO2, kandungan H2S, berat jenis minyak bumi, TKDN pada masa pengembangan lapangan dan tahapan produksi.

Untuk insentif penggunaan TKDN paling rendah yakni sebesar dua persen apabila kontraktor minimal menggunakan TKDN sebesar 30 persen dari proyek pengembangan. Sementara jika penggunaan TKDN mencapai 100 persen insentif yang didapatkan kontraktor sebesar empat persen.

Arcandra Tahar, Wakil Menteri ESDM, menyatakan saat ini sudut pandang pengelolaan industri migas dunia adalah bagaimana cara menekan biaya tanpa harus menurunkan produksi. Salah satu yang bisa dilakukan kontraktor adalah dalam pemilihan pengadaan barang atau jasa.

Penggunaan komponen dalam negeri dipastikan akan menekan biaya produksi. Selain itu juga sebagai upaya pemerintah untuk mendorong peningkatan kompetensi para pengusaha lokal. “Game-nya adalah tekan biaya, siapa bisa efisien tentu bisa dapatkan keuntungan besar,” tandas Arcandra.(RI)