BP Migas

Aktivitas di kantor BP Migas sebelum dibubarkan.

JAKARTA – Anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Fraksi Partai Golkar, Bobby Adhityo Rizaldi menyatakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) membubarkan Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) justru melanggar regulasi yang menaungi MK itu sendiri.

“Dengan membubarkan BP Migas, MK berpotensi melanggar Res Judicata yang tertuang dalam pasal 60 UU MK, dan melanggar Trias Politica yang diatur pasal 57 ayat 2 dan pasal 45 ayat 2 UU MK,” dalam Diskusi Publik “Upaya Menegakkan Kedaulatan Energi di Tengah Problematika Pengelolaan Migas Nasional” di Kampus Trisakti Jakarta, Selasa, 18 Desember 2012.

Menurut Bobby, sesuai dengan pasal 33 ayat 3 UUD 1945, yang diamanatkan adalah memperbesar keterlibatan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam pengelolaan migas nasional. Bukan pada penguasaan sumber daya migas.

Menurut politisi Golkar ini, keterlibatan BUMN dalam pengelolaan migas akan menciptakan suasana yang kompetitif dan terbuka. Dengan begitu, sektor migas Indonesia akan jauh lebih berkembang. Apalagi selama ini PSC (Production Sharing Contract) digunakan oleh BP Migas maupun Pertamina.

Ia pun merunut sejarah bahwa PSC migas sudah mulai digunakan di Indonesia sejak 1960-an. Sistem PSC ini menjadi pedoman bagi hasil produksi migas antara negara yang diwakili pemerintah sebagai pemilik sumber daya alam dan investor.

(CR – 1 / duniaenergi@yahoo.co.id)