Keindahan salah satu pantai di Pulau Sumba.

Keindahan salah satu pantai di Pulau Sumba.

Di pulau ini, anugerah Sang Maha Kuasa tidak ada yang sia-sia. Dikukuhkan MURI karena rakyatnya 100% menggunakan listrik pintar.

Seorang pemuda dengan sigap menyelubungkan jaket ke tubuhnya, sesaat sebelum mengenakan helm dan menaiki jok sepeda motornya, di bilangan Jakarta Selatan, pekan lalu. Tak cukup sampai di situ, kaos tangan pun dikenakannnya, berikut masker kain yang menutupi wajah.

“Huh…hari ini panas sekali,” ujar Satrio, si pemuda yang kerap menyusuri jalan-jalan Ibukota dengan segala pernik yang melindungi tubuhnya. Mulai jaket, kaos tangan, hingga masker, dan tentu saja helm. “Saya teringat sebuah artikel yang menulis, sengatan matahari dapat menyebabkan kanker kulit,” tukasnya. Sinar mentari Jakarta menjadi musuh bagi Satrio.

Ribuan kilometer dari posisi Satrio, seorang pembantu menelpon tuannya yang sedang menghabiskan penghujung 2013 di Pulau Dewata. “Rumahnya kebanjiran Tuan, air sungai meluap gara-gara hujan deras dua hari ini. Tanggulnya jebol,” ujar sang pembantu melaporkan kondisi rumah majikannya di Kota Pahlawan – Surabaya, Jawa Timur. Guyuran air dari langit menjadi momok baginya.

Namun ini tidak terjadi di Sumba, sebuah pulau nan perawan di Nusa Tenggara Timur (NTT). Senin, 30 Desember 2013 lalu, belasan remaja dengan celana pendek dan bertelanjang dada, asyik memainkan si kulit bundar di pinggiran pantai. Ekspresi mereka begitu menikmati terik surya yang menyengat siang itu. “Matahari anugerah bagi kami di sini,” ucap Martin, salah seorang di antara belasan remaja itu.

Hujan pun tak pernah menjadi hantu bagi mereka. “Semakin deras dia turun, semakin senang kami. Air sungai makin deras. Listrik kami sebagian bergantung pada derasnya aliran sungai,” ucap Bernard, rekan Martin. Sejurus kemudian, seorang ibu berteriak dari balik batang pohon kelapa. “Martin, belikan dulu ‘pulsa’ listrik buat di rumah,” ucap perempuan berkain sarung itu.

Begitulah suasana tentram warga Pulau Sumba beberapa tahun belakangan. Meski tak ada batubara yang berlabuh di pantainya, namun lampu-lampu di tiap rumah tetap menyala. Solar pun sudah semakin tak dihiraukan di sana. Terlebih setelah pada penghujung 2013, bertambah lagi dua Pembangkit Tenaga Listrik Tenaga Mini Hidro (PLTMH) dan Pembangkit Tenaga Listrik Tenaga Surya (PLTS) di sana.

Direktur Operasi PT PLN (Persero) Kawasan Indonesia Timur, Vicker Sinaga, datang langsung meresmikan beberapa fasilitas terbaru di Pulau Sumba itu. Yakni PLTMH Kamanggih berkapasitas daya 1 x 40 kilo Watt (kW), PLTMH Lapopu berkapasitas daya 2 x 800 kW, dan PLTS Salura berkapasitas daya 1 x 150 kilo Watt peak (kWp). Turut diresmikan, PLTS Semau berdaya 1 x 450 kWp di Kupang.

Semua fasilitas yang baru diresmikan itu, berbasis energi baru terbarukan. Tidak ada yang dibakar, tidak ada pula emisi karbondioksida yang dipaparkan ke udara. Semuanya berpangku pada kemurahan tak terhingga Tuhan Yang Maha Esa. Sengatan mentari dan guyuran hujan tak berbuah bencana, justru menjadi berkah. “PLTMH dan PLTS ini untuk menggantikan pembangkit berbahan bakar minyak yang biayanya mahal,” ucap Vicker Sinaga disela peresmian dua PLTMH dan dua PLTS itu.

Ia menyebutkan, dengan beroperasinya PLTMH dan PLTS itu, kini setengah lebih, atau persisnya 55% kebutuhan listrik di Pulau Sumba, dipasok dari pembangkit berbahan bakar energi terbarukan. Memberi alasan yang cukup bagi Perusahaan Listrik Negara, untuk bersiap-siap menjadikan Pulau Sumba sebagai ikon energi baru terbarukan di Indonesia.

Vicker menjelaskan, total beban puncak listrik di Pulau Sumba yang terdiri dari empat kabupaten, yaitu Kabupaten  Sumba Timur, Kabupaten Sumba Tengah, Kabupaten Sumba Barat, dan Kabupaten Sumba Barat Daya, lebih kurang 8 Mega Watt (MW).

Saat ini pasokan listrik yang bersumber dari energi baru dan terbarukan di Pulau Sumba, berasal PLTMH Lokomboro daya mampu 2,3 MW, PLTMH Laputi 32 kW, PLTS Bilachenge 480 kWp, PLTMH Kamanggih 40 kW dan PLTMH Lapopu 1,6 MW sehingga total daya energi baru terbarukan sebesar 4,452 MW. “Ini sangat signifikan dalam menekan biaya produksi listrik,” ujar Vicker Sinaga bangga.

Ia menambahkan, dengan kondisi yang ada sekarang, Pulau Sumba sudah menunjukkan geliat yang menggembirakan, menuju “Iconic Island”. Ikon pemanfaatan energi baru terbarukan di Nusantara. “Nantinya 100% kebutuhan listrik di pulau ini akan dipasok dengan energi baru dan terbarukan,” ucapnya.

Vickner pun meminta PLN Wilayah NTT dan PLN Area Sumba, terus menambah jumlah pembangkit non BBM (bahan bakar minyak) untuk mewujudkan Sumba 100% EBT (Energi Baru Terbarukan) pada 2014. Semua itu bisa terwujud, karena adanya local wisdom (kebijakan lokal) warga, yang rela bersusah-susah, menampung air hujan dan sinar mentari, untuk dijadikan sumber energi.  

Tak cukup sampai di situ. Karena tergolong baru mendapat guyuran listrik optimal, warga Pulau Sumba tidak susah ketika diajak menggunakan listrik prabayar. Seperti membeli pulsa, warga di sana sudah terbiasa menggunakan listrik sesuai dengan kemampuan kantongnya. Mereka begitu nyaman menggunakan listrik prabayar atau “Listrik Pintar”.  

Tercatat, 100% pengguna listrik di Pulau Sumba, menggunakan sistem prabayar. Keberhasilan ini, membawa Pulau Sumba meraih penghargaan dari Museum Rekor Indonesia (MURI). Penghargaan disampaikan melalui Vicker Sinaga, bersamaan dengan peresmian dua PLTMH dan dua PLTS di sana, Senin, 30 Desember 2013.

Dengan listrik prabayar, kata Vicker, pelanggan di sana memiliki keleluasaan dan kemudahan penuh, dalam mengatur penggunaan listrik, dan mengatur anggaran biaya listrik sendiri. “Dengan berlangganan listrik prabayar, warga Pulau Sumba juga terbebas dari kesalahan catat meter, kesalahan perhitungan rekening dan terbebas dari kemungkinan didatangi petugas pemutusan listrik, karena lupa atau terlambat membayar rekening,” pungkas Vicker Sinaga gembira.  

(Iksan Tejo / duniaenergi@yahoo.co.id)