JAKARTA – Variasi produk bahan bakar dianggap masih perlu, sehingga Indonesia tidak terpaku atau mengandalkan pada satu jenis bahan bakar. Dengan produk bahan bakar yang bervariasi, masyarakat bisa mempunyai pilihan untuk menggunakan energi yang kompetitif.

Ali Ahmudi, pengamat energi dari Center for Energy and Food Security Studies (CEFSS), mengatakan variasi energi yang disediakan harus tetap memperhatikan lingkungan, seiring arah penggunaan energi masa depan yang ramah terhadap lingkungan. Gas merupakan salah satu sumber energi yang diyakini mampu memenuhi harapan energi ramah terhadap lingkungan.

Semua gas, baik LPG (Liquefied Petroleum Gas), gas alam cair (Liquefied Natural Gas/LNG) maupun CNG (Compressed Natural Gas), merupakan bentuk bahan bakar yang ramah terhadap lingkungan.

“Tinggal pengembangan teknologi yang tepat dan analisis keekonomian yang harus matang,” kata Ali kepada Dunia Energi, Selasa (21/11).

Dia mengatakan sudah sewajarnya penggunaan gas terus ditingkatkan. Apalagi cadangan gas di Indonesia masih cukup besar, namun pemanfaatannya belum optimal. Disisi lain, Indonesia lebih dikenal sebagai salah satu negara yang banyak mengekspor gas.

Pemerintah pun akhirnya menyadari akan besarnya potensi gas seiring dengan perkembangan teknolgi dan infrastruktur pendukung, sehingga sudah merubah kebijakan dalam beberapa tahun terakhir untuk meningkatkan serapan gas dalam negeri.

Hal ini ditunjukkan dengan serapan gas pada semester I 2017 yang mencapai 60,4% atau 3.907 BBTUD dari target sebesar 4.109 BBTUD atau 62% dari produksi gas nasional.

“Natural gas kita kan lumayan melimpah, seharusnya Domestic Market Obligation (DMO) yang diutamakan, salah satunya CNG,” ungkap Ali.

Besarnya potensi yang dibarengi dengan belum optimalnya pemanfaatan gas di Indonesia ini dilirik oleh PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. CNG menjadi pilihan PGN untuk dikembangkan dengan menciptakan varian baru CNG sebagai bahan bakar. Selama ini produk CNG dikenal sebagai bahan bakar transportasi.

Dilo Seno Widagdo, Direktur Infrastruktur dan Teknologi PGN, mengungkapkan varian produk terbaru yang dikembangkan PGN marupakan bentuk dari gas bumi menjadi CNG yang disimpan dalam kemasan, sehingga berfungsi layaknya LPG yang dikenal dengan Gaslink.

Pembuatan Gaslink sebagai salah satu bentuk ekspansi bisnis PGN sekaligus sebagai upaya meningkatkan pemanfaatan gas bumi bagi masyarakat luas, tanpa harus menunggu rampungnya fasilitas jaringan pipa gas.

Menurut Dilo, penyediaan Gaslink sesuai dengan keinginan pemerintah untuk menghadirkan alternatif energi sehingga tidak mengandalkan satu sumber, dengan begitu produk ini juga bisa membantu pemerintah untuk menekan beban impor untuk mendatangkan LPG dari luar negeri.

“Kita kasih alternatif CNG tapi yang sudah ditabung,” kata Dilo kepada Dunia Energi, belum lama ini.

Saat ini Gaslink belum dipasarkan secara missal, melainkan masih dalam tahap uji coba yang dilakukan di beberapa kota. Hal itu dilakukan untuk menetapkan harga yang sesuai dengan kemampuan masyarakat.

Menurut Dilo, untuk target pemasaran Gaslink nantinya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan para pelaku usaha Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).

“Kita baru coba di beberapa kota, seperti Batam, Surabaya, Jakarta, Lampung. Kita coba dulu masyarakat tertarik tidak. Tidak ke ruma tangga, kita ke UMKM arahnya,” ungkap Dilo.

Penggunaan Gaslink diyakini akan lebih efisien, baik dari sisi harga maupun penggunaan. PGN memproyeksikan penggunaan CNG bisa lebih hemat 20% dari penggunaan LPG, begitu pun dari sisi harga. Gaslink akan berkompetisi dengan tabung LPG 12 kg yang saat ini dibanderol Rp150 ribu.

Gaslink versi terbaru diharapkan bisa menjadi pilihan bagi masyarakat, khususnya yang memiliki usaha.

“Rp 150 ribu dibagi 12 berarti Rp 12.500 per kg, yang CNG pasti lebih murah, mudah-mudahan dibawah Rp 100 ribu,” tandas Dilo.(RI)