Presiden Direktur & CEO PT Adaro Energy Tbk, Garibaldi Thohir.

Presiden Direktur & CEO PT Adaro Energy Tbk, Garibaldi Thohir.

JAKARTA – Langkah yang diawali dengan penuh keyakinan, diikuti dengan konsistensi serta kedisiplinan, merupakan kunci untuk maju dan bertahan dalam setiap kesulitan. Hal itu pula yang ditunjukkan PT Adaro Energy Tbk, salah satu produsen batubara Indonesia yang hingga kini mampu bertahan menghadapi anjloknya harga di pasaran dunia.

Seperti diungkapkan Presiden Direktur dan CEO Adaro, Garibaldi Thohir, hingga sembilan bulan di 2013 aktivitas operasional perusahaan yang dipimpinnya berjalan dengan baik. Meski harus menghadapi kondisi pasar yang tidak menguntungkan, sepanjang tahun ini Adaro mampu terus memperkuat landasan pertumbuhannya yang berkelanjutan dan mengobarkan energi positif bagi para pemangku kepentingan.

Diakui Garibaldi, dengan kondisi dimana pasar batubara termal masih mengalami kelebihan pasokan dalam sembilan bulan pertama 2013, pasar batubara tetap sulit dan harga lebih rendah daripada yang diharapkan.

Produsen batubara Australia meningkatkan produksi sebesar 17% akibat adanya kesepakatan take or pay untuk jasa pelabuhan dan rel, serta bufer marjin dari operasional batubara kokas dimana batubara termal menjadi produk sampingannya. Pengurangan biaya produksi dan melemahnya nilai Dolar Australia, membuat batubara asal Negeri Kanguru itu lebih kompetitif di Cina.

Indonesia sendiri meningkatkan produksi batubaranya sebesar 10%, yang utamanya merupakan kontribusi dari produsen besar. Toh demikian, menurut Garibaldi, dari sisi permintaan, aspek fundamental tetap tidak terpengaruh, karena masih terlihat adanya pertumbuhan yang kuat.

“India meningkatkan impor sebesar 44% akibat kekurangan batubara domestik, walaupun depresiasi nilai Rupee (INR) dan kebijakan moneter ketat yang membatasi penerbitan LC dapat menurunkan impor dalam waktu dekat. Sementara itu, permintaan Cina tetap kokoh dan meningkatkan impor 16% menjadi 139 juta ton,” terangnya di Jakarta, Jumat, 1 November 2013.

Dalam situasi itu, lanjutnya, Adaro berada di posisi yang tepat untuk menciptakan nilai maksimum yang berkelanjutan dari batubara Indonesia. Dalam menghadapi siklus ekonomi yang sedang mengalami penurunan ini, pilihan Adaro adalah tetap fokus pada bisnis inti perusahaan seperti menjaga keunggulan operasional yang berkelanjutan, meningkatkan kepuasan pelanggan, mengurangi biaya, meningkatkan efisiensi, serta menjaga kas dan struktur permodalan tetap kokoh.

“Kinerja keuangan Adaro dalam sembilan bulan pertama tahun 2013 ini, telah membuktikan pertahanan model bisnisnya dengan pendapatan usaha yang mencapai USD 2,4 miliar dan marjin EBITDA sebesar 26%,” ungkap Garibaldi.

Meski menghadapi kondisi yang sulit, Adaro tetap berhasil mencetak rekor kuartalan tertinggi produksi batubara pada kuartal ketiga 2013 sebesar 13,73 juta ton. Rekor menjadi luar biasa, karena dicapai ditengah upaya penurunan biaya kas batubara menjadi USD 34,68 per ton, serta penurunan belanja modal sebesar 71%.

“Kami tetap yakin bahwa batubara termal masih memiliki prospek yang positif dalam jangka panjang,  dan kami akan terus bekerja keras untuk meningkatkan pengembalian bagi para pemegang saham,” tegas Garibaldi.  

Apa yang diungkapkan Garibaldi ini sangat beralasan, mengingat sebelum harga batubara jatuh, Adaro telah mengalami pertumbuhan yang gemilang. Pendapatan besar yang diperoleh selama harga dalam kondisi stabil, dimanfaatkan secara tepat oleh Adaro dengan membangun infrastruktur, yang memungkinkan perusahaan beroperasi secara efisien dalam jangka panjang.  

“Kami akan mulai menikmati manfaat dari investasi selama tiga tahun untuk membangun overburden crusher and conveyor system (OPCC) serta pembangkit listrik mulut tambang berkapasitas 2 x 30 Megawatt (MW),” tukas Garibaldi.

Proyek-proyek ini, ujarnya, tidak hanya akan semakin meningkatkan efisiensi dan produktivitas perusahaan, namun ikut berkontribusi dalam menyediakan pasokan listrik yang sangat diperlukan oleh Provinsi Kalimantan Selatan, daerah dimana tambang batubara Adaro beroperasi.

Bukan hanya itu. Disaat pendapatan melimpah karena harga batubara sedang bagus, Adaro dengan yakin melangkah menyisihkan pendapatannya, untuk bergerak ke hilir batubara yakni sektor kelistrikan. Tercatat, selain PLTU mulut tambang 2 x 30 MW di Tanjung, Adaro juga telah membangun beberapa pembangkit listrik di berbagai daerah.   

“Keputusan untuk berekspansi ke hilir dengan merambah sektor ketenagalistrikan, juga akan membantu mengurangi volatilitas model bisnis dan berkontribusi terhadap pengembangan kebutuhan energi Indonesia,” ucap Garibaldi lagi.

Ucapan ini faktanya memang bukan penghibur ditengah anjloknya harga rata-rata batubara. Namun bukti nyata bahwa investasi dalam bentuk infrastruktur yang bermanfaat dalam jangka panjang tidak akan ada ruginya. Terlebih bagi Adaro sebagai produsen energi tak terbarukan.

Apa yang sudah dilakukan Adaro tampaknya bisa menjadi cermin bagi pemerintah, yang masih menggantungkan penerimaan terbesarnya dari ekspor sumber daya alam tak terbarukan, minyak, batubara, gas, dan barang tambang lainnya.

Selagi barang-barang dari perut bumi itu masih bisa diproduksi, pandai-pandailah memanfaatkannya untuk membangun infrastruktur serta mempersiapkan kebutuhan jangka panjang lainnya, dan segera bergerak ke hilir. Sehingga ketika pada waktunya barang-barang itu habis, Indonesia sudah memiliki modal yang lengkap untuk melanjutkan pembangunan, serta mempunyai industri hilir yang kuat.

Sebaliknya, jika hasil ekspor sumber daya alam tak terbarukan habis untuk hal-hal yang bersifat konsumtif, tanpa diikuti investasi dalam jangka panjang, maka pada saatnya sumber daya alam itu tak lagi bisa diproduksi, kebangkrutan menganga di depan mata.

Adaro telah membuktikan, keyakinan dalam melangkah, disertai konsistensi dan kedisiplinan dalam membangun investasi jangka panjang, membuatnya mampu bertahan dan terus maju dalam kondisi sesulit apa pun. Saat siklus ekonomi mulai membaik, tentu hasilnya akan berlipat ganda.   

(Abraham Lagaligo / abrahamlagaligo@gmail.com)