JAKARTA – PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (PGAS) atau PGN, perusahaan yang 57% sahamnya dimiliki negara, akan mendapat dampak positif dengan bergabung ke dalam PT Pertamina (Persero) dalam holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) energi. PGN yang merupakan perusahaan transmisi dan distribusi gas akan mendapat akses langsung ke sumber energi gas yang dikelola Pertamina.

 

“PGN sebagai perusahaan yang posisinya sebagai distribusi gas akan mendapatkan akses langsung dengan sumber energi dan ini tentunya memberikan suatu advantage. Dan tentunya akan memberikan dampak positif dalam hal biaya operasional,” kata Dirgo D Purbo, pakar energy security dan pengajar geoekonomi pada Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) di Jakarta, Jumat (10/6).

 

Laporan keuangan 2015 menyebutkan PGN mencatat pembelian gas dari pihak berelasi, yakni anak usaha Pertamina, PT Pertamina Hulu Energi West Java Madura Offshore dan PT Pertamina EP sebesar US$384,17 juta. Selain itu, PGN juga menjalin kerja sama dengan PT Pertamina Gas (Pertagas). Bahkan, PGN juga memiliki saham di anak usaha Pertamina, PT Nusantara Regas yang sekaligus memasok gas ke PGN.

 

PGN sejauh ini telah mendistribusikan lebih dari 800 juta kaki kubik per hari (MMSCFD) gas bumi, dan mentransmisikan 840 MMSCFD gas bumi, melalui jaringan pipa distribusi dan transmisi sepanjang 5.900 km.

Menurut Dirgo, Pertamina dan PGN memiliki aset operasional yang sama seperti fasilitas operasi, perlengkapan (inventory), dan sistem kontrol. Dengan penggabungan aset operasional tersebut akan mengurangi faktor gangguan pasokan (disruption) dari sumber energinya, dalam hal ini Pertamina di hulu dan PGN di hilir yang dioperasikan dalam satu manajemen.

 

Menurut Dirgo, hal ini memberikan efisiensi dan efektifvitas dalam hal operasionalnya dan tentunya berdampak positif dalam hal biaya operasional yang artinya akan lebih berkurang secara korporat. Dengan demikian, biaya operasional akan jauh lebih murah. “Biaya yang akan terpangkas dengan integrasi operasional Pertamina dan PGN bisa mencapai 30%,” kata dia.

 

Pertamina telah berinvestasi cukup signifikan dalam pembangunan pipa transmisi demi menjamin monetisasi cadangan hulu dan optimasi produksi gas nasional. Di hulu (upstream), perseroan mengoperasikan sejumlah ladang gas dengan produksi rata-rata sebesar 1.700 juta kaki kubik per hari (MMSCFD). Bahkan, Pertamina pada 2018 akan menjadi operator sekaligus pemegang hak partisipasi terbesar di blok gas terbesar di Indonesia, Blok Mahakam di Kalimantan Timur.

 

Pertamina bersama mitra dari luar negeri dan lokal juga mengoperasikan PT Donggi Senoro LNG (DSLNG) yang memproduksi LNG. DSLNG tercatat mendapat pasokan gas alam dari PT Pertamina EP area Matindok, PT Pertamina Hulu Energi Tomori Sulawesi, dan perusahaan lainnya.Sementara itu untuk midstream, Pertamina memiliki dan mengoperasikan kilang penerima LNG melalui anak usahanya, Nusantara Regas. Perusahaan juga mengoperasikan kilang-kilang LPG yang dioperasikan PT Badak NGL di Bontang, Kalimantan Timur.

 

Dirgo menambahkan penggabungan PGN ke Pertamina juga akan memberikan dampak positif terhadap ketahanan energi nasional karena akan memperkuat sektor minyak dan gas nasional. “Langkah strategis inilah yang memperkuat posisi industri migas secara vertikal. Integrasi merupakan kekuatan fundamental dari industri migas,” katanya.

 

Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) telah memutuskan menjadikan Pertamina sebagai induk usaha BUMN di sektor energi. PGNakan menjadi salah satu anak usaha holding BUMN energi tersebut. Kementerian BUMN menargetkan pembentukan holding BUMN energi bisa dituntaskan pada tahun ini.

 

Kementerian BUMN masih mendiskusikan mekanisme penggabungan PGN ke Pertamina. Sambil peraturan pemerintah terkait penggabungan tersebut, Pertamina yang ditunjuk sebagai induk usaha akan memastikan dari sisi operasional. Tim gabungan, yang terdiri atas Pertamina dan PGN akan melakukan pemetaan lokasi pipa-pipa infrastruktur gas, baik transmisi maupun distribusi yang ada.

 

Dr Ir Yanif Dwi Kuntjoro, pengamat dan dosen Ketahanan Energi Universitas Pertahanan, menambahkan integrasi PGN ke Pertamina akan mengurangi biaya investasi dalam infrastruktur energi, misalnya aspek biaya koordinasi atau komunikasi. Belum lagi hal lain, seperti kompetensi dan kompetisi sumber daya manusia yang menjadi satu atap.

 

“Kedua perusahaan lebih singkat, cepat, murah dalam berkoordinasi ataupun berkomunikasi sehingga diharapkan melalui logika rasional berdampak pada harga gas semakin turun,” ujarnya. (RA/RI)