JAKARTA – Freeport McMoRan Inc, perusahaan tambang asal Amerika Serikat, induk usaha PT Freeport Indonesia, menegaskan hukum Indonesia mencerminkan prinsip hukum yang diterima secara internasional. Suatu kontrak merupakan undang-undang bagi pihak-pihak yang berkontrak dan kontrak tidak dapat diubah atau diakhiri secara sepihak, meskipun berdasarkan hukum dan peraturan perundangan yang diterbitkan kemudian.

Freeport menyatakan telah beritikad baik berupaya untuk fleksibel dan berkomitmen untuk mengubah kontrak karya menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK). Pada saat pemerintah dan Freeport menandatangani perjanjian investasi yang disepakati bersama yang memberikan Freeport hak-hak yang sama sebagaimana diatur dalam kontrak karya, konsisten dengan surat jaminan dari pemerintah kepada Freeport pada 7 Oktober 2015.

Richard C Adkerson, Presiden dan CEO Freeport McMoran Inc, mengatakan Freeport telah mendiskusikan dengan pemerintah untuk memperoleh jangka waktu enam bulan guna merundingkan perjanjian investasi ini. Ekspor akan diizinkan dan kontrak tetap berlaku sebelum ditandatanganinya perjanjian investasi tersebut.

“Namun demikian, peraturan-peraturan pemerintah saat ini mewajibkan kontrak karya diakhiri untuk memperoleh izin ekspor. Hal mana tidak dapat kami terima,” kata Adkerson dalam keterangan tertulisnya, Senin (20/2).

Menurut dia, pada 17 Januari 2017, Freeport telah menyampaikan kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pemberitahuan mengenai tindakan-tindakan wanprestasi dan pelanggaran kontrak karya oleh pemerintah.

Freeport menyampaikan harapan dengan sungguh-sungguh bahwa perselisihan yang akan terjadi dengan pemerintah dapat diselesaikan, tapi dengan mencadangkan hak-hak sesuai kontak karya berhadapan dengan pemerintah, termasuk hak untuk memulai arbitrase untuk menegakkan setiap ketentuan-ketentuan KK dan memperoleh ganti rugi yang sesuai.

Freeport, lanjut Adkerson. tidak dapat melakukan ekspor tanpa mengakhiri kontrak karya akan terjadi konsekuensi-konsekuensi yang tidak menguntungkan bagi semua pemangku kepentingan, termasuk penangguhan investasi modal, pengurangan signifikan dalam pembelian barang dan jasa  domestik, hilangnya pekerjaan bagi para kontraktor dan pekerja. Hal ini karena Freeport Indonesia harus menyesuaikan pengeluaran-pengeluaran kegiatan usaha sesuai dengan pembatasan produksi tersebut.

Adkerson mengakui, situasi ini tidak menguntungkan dan mengkhawatirkan. Namun tim manajemen  berkomitmen untuk bekerja melindungi kepentingan jangka panjang.

“Saya tetap berharap bahwa kita dapat mencapai jalan keluar yang disepakati bersama oleh perusahaan kami  dan pemerintah,” tandas Adkerson.

Ignasius Jonan, Menteri ESDM, sebelumnya mengatakan pemerintah telah dan akan terus berupaya maksimal mendukung semua investasi di Indonesia, baik investasi asing maupun investasi dalam negeri tanpa terkecuali. Dalam hal pertambangan mineral logam, pemerintah tetap berpegangan pada UU Mineral dan Batubara No 4/2009 dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah No 1/2017 sebagai revisi dan tindak lanjut semua peraturan yang telah terbit sebelumnya.

“Dengan mengacu dan berpegang pada UU dan Peraturan Pemerintah tersebut, pemerintah tetap menghormati semua isi perjanjian yang telah dibuat sebelumnya dan masih sah berlaku,” kata Jonan.

Atas dasar itu semua pemegang kontrak karya dapat melanjutkan usahanya seperti sedia kala dan tidak wajib mengubah perjanjian menjadi IUPK, sepanjang pemegang kontrak karya tersebut melakukan pengolahan dan pemurnian (hilirisasi) dalam jangka waktu 5 tahun sejak UU Minerba 4/2009 diundangkan (Pasal 169 dan pasal 170 UU No 4/2009).(RA)