JAKARTA – PT Freeport Indonesia, anak usaha Freeport McMoRan Copper and Gold Inc, perusahaan tambang asal Amerika Serikat tetap berkomitmen membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) konsentrat tembaga. Namun Freeport tetap meminta kepastian perpanjangan kontrak pertambangan di Grasberg, Papua.

“Kami komitmen bangun smelter, tapi untuk kepastian memang ada beberapa pertimbangan untuk diselesaikan, seperti kepastian perpanjangan kontrak yang akan menjamin kepastian dana investasi,” kata Chappy Hakim, Presiden Direktur Freeport, dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR di Jakarta, Rabu (7/12).

batas akhir penawaran divestasi Freeport pada 14 Januari 2016

Kontrak Freeport akan berakhir pada 2021. Freeport telah meminta pemerintah untuk memberikan jaminan perpanjangan operasi. Salah satunya untuk merealisasikan kewajiban pembangunan smelter.  Sayangnya, hingga saat ini progress pembangunan smelter Freeport baru sebatas komitmen.

Dito Ganinduto, Anggota Komisi VII DPR, menekankan agar Freeport  serius membangun smelter. Pasalnya, pembangunan smelter merupakan amanah Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batu bara.

“Kalau memang Freeport masih menunggu soal perpanjangan kontrak, harus difokuskan pada apakah betul akan serius bangun smelter setelah ada perpanjangan?” tegas Dito.

Freeport berencana menggunakan lahan PT Petrokimia Gresik untuk membangun smelter. Smelter yang akan dibangun Freeport akan memiliki kapasitas produksi 500 ribu ton katoda tembaga dengan total kebutuhan konsentrat sebesar dua juta ton per tahun. Pembangunan smelter Freeport diperkirakan menelan investasi US$ 2,3 miliar. Namun meski tidak ada kemajuan yang berarti dalam pembangunan smelter tersebut, pemerintah terus memberikan izin ekspor konsentrat terhadap Freeport.(RA)