JAKARTA – Penetapan formulasi harga batu bara dalam negeri bagi pembangkit listrik milik PT PLN (Persero) dinilai tidak boleh memberatkan konsumen akhir (end user). Dengan begitu, formulasi harus bisa menunjang stabilitas harga listrik bagi masyarakat.

Rofi Munawar, Anggota Komisi VII DPR, menegaskan tarif listrik Indonesia dengan harga batu bara yang berlaku saat ini sebenarnya sudah cukup kompetitif. Dipastikan ada disparitas harga jika pemerintah dan industri menyesuaikan harga tersebut dengan apa yang terjadi di pasar global.

“Namun tentu perlu mekanisme yang lebih bijak, untuk menghindari biaya pokok produksi (BPP) yang berpotensi membebani konsumen akhir,” kata Rofi kepada Dunia Energi, Rabu (8/2).

Saat ini pemerintah bersama dengan PLN dan pelaku usaha tambang batu bara masih membahas penetapan formulasi harga.

Rofi mengingatkan hasil pembahasan formulasi yang dilakukan antara PLN, pemerintah dan industri terhadap harga yang terbentuk melalui mekanisme pasar harus segera diselesaikan dengan cermat dan jangan sampai mengganggu pasokan maupun harga listrik nasional.

“Kami ingatkan pemerintah untuk konsisten menjaga tarif listrik tidak naik agar daya beli masyarakat tidak menurun dan industri dalam negeri bisa berjalan dengan baik. Apalagi pemerintah telah berkomitmen tarif listrik tidak naik hingga Maret 2018,” kata dia.

Menurut Rofi, pemerintah harus hati-hati apalagi jika memasukkan harga komoditas berdasarkan harga internasional dalam formulasi. Langkah tersebut cukup berisiko karena volatilitas harga batu bara cukup tinggi dan tidak bisa diintervensi pemerintah.

“Di sisi lain, keberlanjutan industri terkait (batu bara) juga harus diperhatikan. Penetapan harga nasional di bawah harga internasional dirasa masih menjadi opsi terbaik mengingat industri batu bara sudah mengalami untung besar akibat kenaikan HBA, dan pos pemanfaatan dalam negeri yang hanya 25%,” ungkap dia.

Kenaikan harga batu bara yang terus berlanjut telah berdampak pada PLN. Pada tahun lalu, kerugian PLN dengan asumsi harga batu bara US$60 per ton mencapai Rp14 triliun karena realisasi harga rata-rata sebesar US$80 per ton.

Berdampaknya kenaikan harga batu bara terhadap kinerja keuangan PLN lantaran sebagian besar pembangkit listrik PLN saat ini adalah pembangkit bertenaga batu bara.

Kebutuhan batu bara PLN untuk pembangkit listrik terus meningkat dari setiap tahun. Pada 2016, kebutuhan batu bara PLN mencapai 84,8 juta metrik ton. Dan pada tahun lalu meningkat menjadi 85 juta MT.

Pada 2018, kebutuhan batu bara PLN diproyeksikan mencapai 89 juta MT. Bahkan pada 2026, kebutuhan batu bara akan mencapai 153 juta MT.(RI)