JAKARTA – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengusulkan agar dalam formula harga gas yang baru mengikuti perkembangan harga minyak dunia. Sehingga ketika harga minyak rendah, maka harga gas turun. Demikian pula sebaliknya.

“Jadi di formula ini ada harga gas perolehannya, konstanta harga dasar dan eskalasi untuk penyesuaian inflasi, tetapi juga ada faktor harga minyak. Sehingga kalau harga minyak naik, harga gas juga naik. Kalau turun, harga gas juga turun,” ungkap IGN Wiratmaja Puja, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Kementerian ESDM.

Pemerintah juga memandang perlu dimasukkannya harga produk dalam formula harga gas yang baru untuk memberikan margin bagi industri yang menimbulkan banyak lapangan pekerjaan.

“Kita membutuhkan masukan dan rekomendasi dari DPR, supaya harga gas kita tertata,” kata Wiratmaja.

Harga rata-rata gas bumi untuk dalam negeri pada saat ini sangat bervariasi. Harga gas untuk listrik, harga terendah mencapai US$ 2,25 per MMBTU dan tertinggi US$ 7,97 per MMBTU. Sedangkan untuk pupuk dan petrokimia, harga terendah US$ 2,87 per MMBTU dan tertingginya mencapai US$ 8 per MMBTU. Sementara itu, untuk harga gas untuk industri berada pada rentang US$ 1,46 per MMBTU hingga US$ 7,32 per MMBTU.(AT)