JAKARTA – Tahap final pembiayaan (financial close) proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Cirebon II yang digarap PT Cirebon Energi Prasarana kembali tertunda. Setelah sebelumnya ditargetkan tuntas akhir 2016, financial close proyek senilai US$2,1 miliar atau Rp27,3 triliun (kurs Rp13 ribu) diproyeksikan tuntas kuartal I 2017.

“Ekspansi PLTU Cirebon kita harapkan financial close-nya bisa selesai kuartal I,” ujar Arsjad Rasjid, Direktur Utama PT Indika Energy Tbk (INDY) di Jakarta, akhir pekan lalu.

Indika Energy merupakan salah satu perusahaan konsorsium yang tergabung dalam Cirebon Energi dan menguasai 25 persen saham. Perusahaan konsorsium lainnya adalah Marubeni Corporation yang menguasai 35 persen saham, Samtan Co,Ltd 20 persen saham, Korea Midland Power Co,Ltd 10 persen saham dan Chubu Electric Power Co Inc yang menguasai 10 persen saham.

Eddy Junaedy Danu, Direktur Indika Energy, mengatakan penuntasan financial close hanya tinggal menunggu selesai dokumentasi dari pihak Jepang, sedangkan dari pihak Indonesia semuanya sudah selesai.

“Nah jika financial close tuntas, biasanya groundbreaking dilakukan enam bulan setelahnya. Tapi beberapa pekerjaan telah kita mulai, seperti pemesanan untuk sejumlah item,” ungkap Eddy.

Financial close PLTU Cirebon II berkapasitas 1.000 megawatt sebelumnya ditargetkan bisa selesai pada akhir 2016 seiring telah diterimanya Surat jaminan kelayakan usaha (SJKU). SJKU merupakan surat jaminan pemerintah bahwa PT PLN (Persero) akan melaksanakan seluruh kewajiban pembayaran kepada Cirebon Electric.

Pembiayaan proyek pembangunan PLTU Cirebon II senilai US$1,6 miliar diperoleh dari konsorsium investor Jepang, Korea Selatan, dan bank multinasional. Investor PLTU Cirebon II terdiri dari Japan Bank for International Cooperation (JBIC), Export-Import Bank of Korea, dan NEXI Investment Insurance and Comercial Bank.

PLTU Cirebon II berada di Astanajapura dan Pangenan, Cirebon, Jawa Barat ditargetkan tuntas dan beroperasi pada 2020. Proyek pembangunan akan menggunakan lahan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan cara menyewa lahan selama 40 tahun.(AT)