MANGUPURA, BADUNG— Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menyatakan cadangan minyak dari lapangan Banyu Urip di Blok Cepu, perbatasan Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur dan Kabupaten Blora, Jawa Tengah terus bertambah. Per awal November 2018, cadangan minyak mentah lapangan Banyu Urip bertambah 92 juta barel sehingga total cadangan minyak di wilayah kerja yang dikelola PT ExxonMobil Cepu Ltd, anak usaha PT ExxonMobil Oil Indonesia, itu mencaai 821 juta dari sebelumnya 729 juta.

“Penambahan cadangan itu diperoleh melalui kegiatan eksplorasi ExxonMobil di wilayah kerja tersebut. Ini otomatis menambah total cadangan minyak di Banyu Urip. Kami bersama Lemigas juga melakukan survei atas penambahan cadangan tersebut,” ujar Fatar Yani Abdurrahman, Deputi Operasi SKK Migas di Mangupua, Badung, Bali dalam acara Media Gathering Pertamina EP 2018.

Menurut data SKK Migas, rerata produksi minyak siap jual (lifting) Banyu Urip hingga September 2018 mencapai 207.936 barel per hari (bph), tertinggi kedua di Tanah Air setelah Blok Rokan di Riau yang dikelola PT Chevron Pacific Indonesia. Lifting minyak Blok Rokan per September 2018 mencapai 210.582 bph, menjadi wilayah kerja migas dengan semburan minyak tertinggi di Indonesia.

Namun, berdasarkan proyeksi SKK Migas, rerata lifting minyak Lapangan Banyu Urip sampai akhir tahun ini sebesar 210.811 bph, sedangkan Rokan 207.802. Lapangan Banyu Urip berpotensi menggeser dominasi Blok Rokan sebagai wilayah kerja migas legendaris di Tanah Air.

ExxonMobil kini sukses menempati posisi teratas dan menyalip PT Chevron Pacific Indonesia sebagai kontributor lifting minyak terbesar di Indonesia. Chevron melalui blok Rokan sudah puluhan tahun menjadi penyumbang terbesar kontribusi minyak bumi Indonesia.

Lapangan Banyu Urip mulai berpoduksi pada 2015. Saat itu Banyu Urip mampu menghasilkan minyak sebanyak 85.000 bph. Produksi minyak dari blok tersebut pun terus meningkat dan kini menembus di level 200 ribu bph.

Produksi minyak dari lapangan Banyu Urip, Blok Cepu, diproyeksikan terus ditingkatkan. Setelah sukses mencapai puncak produksi melebihi target pemerintah sebesar 205 ribu bph tahun ini, pada 2019 produksi ditargetkan 220 ribu bph.

Konsolidasi dan pembahasan rencana untuk meningkatkan produksi sudah dibahas, segala persiapan juga dirasa cukup, termasuk dengan kondisi reservoar ketika didorong untuk bisa memproduksi minyak lebih banyak.

Syamsu Alam, mantan Direktur Hulu Pertamina, pernah mengatakan persiapan peningkatan produksi kemungkinan tidak akan berlangsung singkat. Untuk itu, implementasi produksi mencapai 220 ribu bph paling tidak akan bisa diwujudkan mulai tahun depan.

Peningkatan produksi sebenarnya langsung bisa dilakukan karena berbagai persyaratan nonteknis sudah dipenuhi operator, termasuk Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) dan berbagai isu nonteknis lainnya. “Secara time frame tahun depan. Di Cepu enggak ada isu, karena resevoar-nya ada. Isunya di fasilitas malah,” ujar Syamsu, beberapa waktu lalu.

Operator juga tidak perlu menambah biaya untuk peningkatan produksi, yang diperuntukan untuk penambahan fasilitas penunjang. Fasilitas yang ada sekarang sudah cukup untuk mengakomodasi penambahan produksi yang ditargetkan.

Di Blok Cepu, ExxonMobil Cepu Ltd. memegang saham 20,5%, Ampolex 24,5%, PT Pertamina EP Cepu 45%, dan BUMD dari empat pemerintah daerah sebesar 10%. Keempat BUMD tersebut adalah PT Sarana Patra Hulu Cepu (Jawa Tengah), PT Asri Dharma Sejahtera (Bojonegoro), PT Blora Patragas Hulu (Blora), dan PT Petro Gas Jatim Utama Cendana (Jawa Timur).

Biaya operasi dalam memproduksi minyak dari Lapangan Banyu Urip hanya US$2,4 per barel, termurah di Indonesia. Berdasarkan data SKK Migas, rerata biaya produksi minyak di Tanah Air sekitar US$18 per barel. Sementara itu, ongkos produksi minyak ditambah dengan biaya depresiasi di Banyu Urip juga masih di bawah US$10 per barel. (DR)