JAKARTA–  PT Tanjung Power Indonesia (TPI), perusahaan patungan PT Adaro Power, anak usaha Energy Tbk (ADRO) dan PT EWP Indonesia, anak perusahaan yang dimiliki oleh Korea East West Power Co Ltd,  memperoleh sindikasi pinjaman sebesar US$ 409 juta atau sekitar Rp5,31 triliun dari enam bank untuk pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dengan kapasitas terpasang 2×100 Megawatt di Kabupaten Tablong, Kalimantan Selatan.  Pinjaman tersebut berasal dari  Korea Development Bank, the Bank of Tokyo-Mitsubishi UFJ, Ltd. DBS Bank Ltd., Mizuho Bank Ltd, Sumitomo Mitsui Bangking Corporation, dan HSBC.

Dalam pembangunan pembangkit listrik tersebut, perseroan akan menanamkan investasi kurang lebih US$ 545 juta. Listrik dari PLTU Tabalong akan dijual ke PT PLN (Persero) dengan jangka waktu 25 tahun setelah selesainya tahap konstruksi. Mahardika Putranto, Sekretaris Perusahaan Adaro Energy, mengatakan pinjaman yang diperoleh anak usaha Adaro ini setara dengan 75% kebutuhan dana proyek. Sisa kebutuhan dana proyek dipenuhi dari ekuitas masing-masing pihak, yaitu Adaro Power dan EWP Indonesia.  “Total kewajiban kontinjen mencapai US$ 88 juta,” ujar Mahardika.

Adaro Energy melalui konsorsium PT Bhimasena Power Indonesia (BPI) sebelumnya menuntaskan pendanaan proyek pembangkit listrik 2×1.000 MW di Batang, Jawa Tengah. BPI adalah konsorsium antara Electric Power Development Co Ltd (J-Power), PT Adaro Power (AP), dan Itochu Corporation (Itochu). Total investasi untuk proyek tersebut mencapai US$ 4,2 miliar. Proyek PLTU Batang adalah proyek pembangkit ketiga di Tanah Air yang menggunakan teknologi mutakhir, yaitu ultrasupercritical. Teknologi ini  sangat minim dalam hal emisi yang dihasilkan sehingga dipastikan PLTU tersebt menjadi ramah linkungan.

Sementara itu, Electricity Generating Authority of Thailand (EGAT) melalui unit usahanya, EGAT International Co Ltd (EGATi), resmi menyerap sebanyak 11,53% saham PT Adaro Indonesia, anak usaha Adaro Energy dengan nilai transaksi US$ 325 juta. Transaksi tersebut berlaku efektif dengan perolehan persetujuan dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia. Selain itu, Adaro Indonesia juga mengantongi bukti penerimaan pemberitahuan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, dan EGAT telah memenuhi seluruh persyaratan dan kondisi yang disepakati.

“Dana yang dihimpun dari hasil penerbitan sebanyak 57.857 saham baru (rights issue) tersebut akan dibayarkan EGAT secara bertahap,” ujar Mahardika dalam siaran resmi perusahaan.

Menurut Mahardika, dana hasil rights issue dialokasikan untuk memperkuat kondisi keuangan Adaro Indonesia. Kerja sama strategis antara EGAT dan Adaro ke depan adalah pembelian batubara yang diproduksi Adaro Indonesia dalam jangka waktu kurang lebih 20 tahun. “Batubara ini akan digunakan EGAT untuk kebutuhan pembangkit listrik yang dimiliki perusahaan dan afiliasinya,” jelas dia.

Adaro Indonesia merupakan anak usaha utama Adaro Energy, dengan produksi batubara sebanyak 50,4 juta ton per akhir 2015. Batubara tersebut dihasilkan dari tiga tambangnya di Tutupan, Wara, dan Paringin. Total sumber daya batubara Adaro Indonesia tercatat sebanyak 4,9 miliar ton, yang meliputi cadangan sebanyak 873 juta ton. Adaro Indonesia berada di wilayah Tabalong, Kalimantan Selatan.

Per September 2016, Adaro meraih laba bersih sebelum pajak depresiasi dan amortisasi (EBITDA) operasional sebesar US$625 juta, naik 10% dibandingkan periode sama tahun lalu. Margin EBITDA operasional Adaro tercatat sebesar 35,2%, salah satu yang tertinggi di antara para produsen batubara Indonesia. (DR)