JAKARTA – Ekspor empat perusahaan di bawah induk usaha (holding) badan usaha milik negara sektor pertambangan, PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) pada 2018 diproyeksikan mencapai level tertinggi sejak 2012. Pada 2012 penjualan ekspor mencapai US$ 2,27 miliar, 2013 turun jadi US$ 2,016 miliar, turun lagi pada 2014 menjadi US$ 1,705 miliar dan turun ke level US$ 1,621 miliar pada 2015 dan 2016 menjadi US$ 1,344 miliar dan naik ke level US$ 1,899 miliar pada 2017.

Budi Gunadi Sadikin, Direktur Utama Inalum, mengatakan tahun ini penjualan ekspor diproyeksikan mencapai total US4 2,517 miliar ditopang peningkatan penjualan dua anak usaha, yaitu PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) dan PT Bukit Asam Tbk (PTBA).

Aneka Tambang tahun ini proyeksikan membukukan penjualan ekspor sebesar US$ 1,046 miliar, naik dari realisasi tahun lalu sebesar US$ 635 juta. Sepanjang Januari-Juni 2018, Aneka Tambang mencatatkan pendapatan usaha total (ekspor dan domestik) sebesar Rp11,8 triliun, naik 292% dari periode sama tahun lalu sebesar Rp 3 triliun.

“Kontributor terbesar penjualan ekspor Aneka Tambang tahun ini diproyeksikan dari penjualan emas dan perak sebesar US$ 519 juta, feronikel US$ 356 juta, nickel (ore) 128 juta, dan bauksit US$43 juta,” ujar Budi di Jakarta, Rabu (12/9).

Tren penjualan ekspor Aneka Tambang sejak 202 mengalami fluktuatif. Pada 2012 mencatatkan penjuala US$ 628 juta, lalu US$ 619 juta pada 2013 dan pada 2014 turun ke US$ 44 juta. Pada 2015 nak lagi ke US$ 582 juta, turun ke US$ 407 juta paa 2016 dan 2017 naik lagi ke US$ 635 juta.

Kontributor berikutnya adalah Bukit Asam. Anak usaha Inalum di sektor pertambangan batu bara dan pembangkit listrik ini diproyeksikan membukukan penjualan ekspor US$ 829 juta, naik dari realisasi tahun lalu US$ 573 juta. “Penjualan ekspor Bukit Asam ditujukan ke negara di Asia Tenggara, China, India, dan Jepang,” katanya.

Kinerja penjualan ekspor Bukit Asam juga fluktuatif sejak 2012 yang tercatat US$ 570 juta, lalu naik US$ 615 juta pada 2013 dan turun ke US$ 555 juta pada 2014. Pada 2015 naik ke US$ 454 juta, turun ke US$ 433 juta pada 2016 dan tahun lalu naik ke US$ 573 juta.

Adapun Inalum dan Timah, diproyesikan mengalami penurunan kontribusi terhadap induk usaha pada 2018 dari penjualan ekspor. Inalum diproyeksikan mengekspor aluminium senilai US$ 79 juta, turun dari tahun lalu US$ 81 juta. “Tujuan ekspor aluminium Inalum adalah Jepang, China, Singapura, Inggris, Australia, Korea Selatan, Hongong, Malaysia, dan Belanda,” kata Budi.

Sementara Timah, kontribusinya juga turun dari realisasi penjualan ekspor US$ 609 juta menjadi US$ 563 juta tahun ini. Sama seperti Aneka Tambang dan Bukit Asam, kinerja penjualan ekspor Timah sejak 2012 juga mengalami fluktuasi. (EP/DR)