JAKARTA – Penjualan batu bara ekspor dengan negara tujuan utama, China, India, Thailand, Hongkong dan Kamboja mendorong peningkatan pendapatan PT Bukit Asam Tbk. Pada enam bulan pertama 2018, Bukit Asam membukukan pendapatan Rp10,53 triliun atau naik 17% dibanding semester I 2017.

“Dengan penerapan strategi usaha yang efektif serta efesiensi di semua lini, perseroan mampu mempertahankan serta terus meningkatkan profitabilitas dan likuiditas,” kata Arviyan Arifin, Direktur Utama Bukit Asam di Jakarta, Senin (23/7).

Seiring kenaikan pendapatan, Bukit Asam juga membukukan peningkatan laba bersih sebesar 49% menjadi Rp2,58 triliun dibanding semester I 2017 sebesar Rp 1,72 triliun.

Optimasi penjualan ekspor batu bara kalori medium to low, serta peningkatan produksi masih menjadi bagian dari strategi perseroan dalam memanfaatkan pergerakan indeks harga batu bara dunia yang terus menunjukkan kenaikan.

Selama semester I 2018, pendapatan usaha terbesar diperoleh dari penjualan batu bara ekspor. Pendapatan atas penjualan batu bara ekspor periode semester I 2018 adalah sebesar 51% dari total pendapatan, meskipun porsi penjualan ekspor hanya 48% dari total volume penjualan.

Pendapatan atas penjualan batu bara domestik sebesar 46%. Selebihnya atau 3% merupakan pendapatan dari aktivitas usaha lainnya, yang terdiri dari penjualan listrik, briket, minyak sawit mentah, jasa kesehatan rumah sakit dan jasa sewa.

Sepanjang enam bulan 2018, volume penjualan batu bara naik 8% menjadi 12,22 juta ton dibanding semester l 2017 sebesar 11,36 juta ton.

Arviyan Arifin, Direktur Utama Bukit Asam (dua dari kiri) saat memaparkan kinerja keuangan Bukit Asam di Jakarta, Senin (23/7).

Harga jual rata-rata batu bara semester l 2018 naik 9% menjadi Rp 838,288 ton dibanding periode yang sama tahun lalu Rp770.938 ton. Kenaikan harga dipengaruhi oleh kenaikan harga rata-rata semester l 2018 untuk batu bara Newcastle yang cukup signifikan, yaitu sebesar 29% serta kenaikan harga rata-rata batu bara thermal Indonesia (lndawesm Coal Index/lCl) GAR 5000 sebesar 13% dibanding harga rata-rata semester l 2017.

Upaya efisiensi biaya yang dilakukan perusahaan secara terus-menerus mampu menekan laju kenaikan biaya, diantaranya beban pokok pendapatan semester l 2018 yang meningkat hanya 9% dibanding semester l 2017 dengan tonase produksi yang meningkat signifikan sebesar 1,78 juta ton atau 19% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.

Perseroan membukukan aset per 30 Juni 2018 sebesar Rp20,63 triliun dengan komposisi terbesar pada aset tetap 29%, kas dan setara kas 22% serta piutang usaha 17%. Apabila dibandingkan dengan per 31 Desember 2017, peningkatan signifikan terjadi pada kas dan setara kas yaitu sebesar 28% atau Rp 1 triliun. Sedangkan untuk komposisi liabilitas per 30 Juni 2018 sekitar 50% merupakan liabilitas jangka pendek yang menunjukkan penurunan signifikan yaitu sebesar Rp 658 miliar atau 15% dibandingkan per 31 Desember 2017.

Perseroan mempunyai rasio solvabilitas, khususnya debt to total asset ratio yang rendah yaitu sebesar 37% per 30 Juni 2018, relatif sama dengan kondisi per 31 Desember 2017. Perseroan juga memiliki rasio likuiditas khususnya current ratio yang tinggi, bahkan meningkat 8% atau menjadi 25% per 30 Juni 2018.

Arus kas dari aktivitas operasi semester l 2018 sebesar Rp 4,45 triliun atau meningkat tajam dibandingkan semester 1 2017. Peningkatan tersebut dipicu oleh penerimaan dari pelanggan yang naik sebesar Rp4,19 triliun atau 57%.

“Untuk arus kas dari aktivitas pendanaan semester 1 2018 mengalami kenaikan sebesar Rp 1,53 triliun atau 85% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, karena adanya pembayaran dividen kepada para pemegang saham sebesar Rp 3,36 triliun,” kata Arviyan.(RA)