JAKARTA – Pemerintah berupaya mengubah paradigma dalam tata kelola pengelolaan industri minyak dan gas nasional. Hal ini tidak terlepas dari perkembangan kondisi cadangan yang terus menurun serta kondisi industri migas global yang dibayangi tekanan harga minyak rendah.

Ignasius Jonan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan ada dua poin utama yang harus menjadi landasan dalam pengelolaan sektor migas, yakni efisiensi dan kompetensi atau daya saing.

“Ke depan itu kita harus memperkenalkan dua hal, efisiensi dan belajar kompetitif,” kata Jonan dalam Diskusi Akhir Tahun Minyak dan Gas Bumi Kinerja 2016 dan Outlook 2017 di Jakarta, Senin (19/12).

Efisiensi dan kompetensi yang terus dikejar bisa dilihat dalam beberapa kebijakan atau regulasi yang baru diterbitkan pemerintah.

Jonan mencontohkan regulasi terkait pemberian izin bagi badan usaha swasta untuk membangun kilang yang bisa meningkatkan kapasitas penyimpanan minyak Indonesia tanpa harus merogoh dana besar dari keuangan negara.

Kapasitas penyimpanan minyak sudah bertahun-tahun tidak tumbuh, karena itu pemerintah menargetkan dalam waktu dekat pertumbuhan kilang bisa segera terealisasi.

“Arahan presiden sekurangnya kebutuhan nasional kapasitas kilangnya harus sama. Memang ada yang bilang, kapasitas kilang kita ini sudah tidak efisien. Ya dibikin efisien,” tegasnya.
Menurut Jonan, selama ini Indonesia terjebak dalam praktek lama pengelolaan migas yang terlalu khawatir tidak ada pembeli utama. Padahal dalam perkembangannya, bisnis migas selalu memiliki pasar yang potensial.

Arah kebijakan pemerintah untuk di bisnis migas saat ini diyakini lebih fleksibel. Karena pelaku usaha tidak dibebankan oleh kebijakan yang bersifat memaksa, melainkan lebih diarahkan untuk meningkatkan kompetensi masing-masing sehingga persaingan lebih sehat karena berlandaskan ke persaingan bisnis yang cenderung mengedepankan low cost.

Untuk itu pemerintah memberikan berbagai kemudahan untuk bisa menstimulus dalam berinvestasi, terutama dalam pengembangan kapasitas kilang nasional.

Dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 35/2016 tentang pelaksanaan pembangunan kilang minyak di dalam negeri oleh badan usaha swasta disebutkan bahwa pemerintah memberikan lampu hijau kepada swasta untuk bisa membangun kilang dengan kapasitas besar dan tidak dibatasi. Selain itu, investor diperbolehkan melakukan ekspor dari hasil pengolahan kilang dengan catatan kebutuhan dalam negeri telah terpenuhi.

Aturan lainnya adalah badan usaha pembuat kilang bisa menyalurkan langsung bahan bakar hasil dari pengolahan kilang kepada masyarakat atau bisa membangun Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU).

“Jadi ini free saja. Kalau ada batasan memenuhi kebutuhan nasional, itu diatur sesuai market,” tandas Jonan.(RI)