JAKARTA – Energi baru terbarukan (EBT) baru akan menjadi perhatian utama PT Pertamina (Persero) pada kurun waktu 20 tahun mendatang. Saat ini, EBT baru mendapat alokasi kurang dari satu persen dari total dana investasi Pertamina.

“Sekarang masih kecil. Pada 2030 kami baru bikin road map, porsinya akan besar sekitar 10%-15%,” kata Gigih Prakoso, Direktur Perencanaan Investasi dan Manajemen Risiko  Pertamina saat ditemui disela pelaksanaan Renewable Innovation Forum di Jakarta, Kamis (22/2).

Menurut Gigih, Pertamina masih memiliki bisnis lain yang menjadi fokus utama untuk dijalankan dengan lebih baik. Namun EBT dilupakan, Pertamina  secara berkala tetap mempersiapkan diri sebelum benar-benar fokus di EBT.

Beberapa poin utama persiapan yang sudah dan akan dilakukan dalam jangka pendek dan menengah misalnya dari sisi human capital, kesiapan teknologi dan sekaligus menunggu keekonomian yang pas dalam pengembangan pembangkit EBT.

“Human capital, kami harus up-skill. Kedua dari segi teknologi, kan kami harus memilih  teknologi yang full, yang sustain. Ketiga keekonomian, kalau selama ini kan agak challenging karena biayanya masih susah,” ungkap Gigih.

Opsi untuk mengakuisisi fasilitas EBT dinilai juga bukan keputusan bijak untuk saat ini karena  memerlukan dana yang tidak sedikit. Pertamina lebih terbuka untuk berpartner dalam mengembangkan EBT. Pilihan untuk itu dinilai sangat logis karena dari situ berbagai manfaat bisa didapatkan, seperti berbagi risiko usaha, hingga transfer teknologi.

“Kalau kami lihat tahun ini kalau yang renewable, masih jauhlah (akuisisi). Kalau akuisisi kami harus tentukan target. Biayanya sangat mahal, kami lebih baik mengembangkan sendiri dulu. Tapi untuk beberapa tahun ke depan mungkin ada,” kata dia.

Pengembangan EBT sebenarnya telah dilakukan oleh Pertamina, seperti pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) melalui anak usahanya, PT Pertamina Geothermal Energy (PGE).

Untuk potensi EBT lainnya, seperti solar (Pembangkit Listrik Tenaga Solar/PLTS) ataupun angin dikembangkan untuk mememuhi kebutuhan internal perusahaan. Penggunaan pembangkit EBT tersebut bisa mengurangi kebutuhan energi dari luar 10%-15%.

“PLTS di kilang Cilacap kami bangun. Terus kilang Bontang kami bangun juga, nanti semua refinery dibangun untuk kebutuhan sendiri,” tandas Gigih. (RI)