JAKARTA – Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) mendukung skema pengaturan harga batu bara untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), yaitu cost plus margin yang diajukan PT PLN (Persero).

“Sesuai research PwC, this (cost plus margin) only make senses kalau longterm. Kita support,” kata Pandu Sjahrir, Ketua Umum APBI di Jakarta, Senin (9/10).

PLN telah mengusulkan agar harga jual batu bara untuk seluruh PLTU di dalam negeri menggunakan skema cost plus margin. Hal tersebut untuk mengantisipasi fluktuasi harga batu bara internasional.

Saat ini, penggunaan skema cost plus margin untuk penjualan batu bara bagi pembangkit listrik baru diterapkan untuk PLTU mulut tambang. Margin ditetapkan sesuai kesepakatan antara penambang dan pengembang listrik, namun dibatasi antara 15%-25%.

Peraturan Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Nomor 958.K/32/DJB/2015 menyebutkan, ada rentang nilai untuk masing-masing komponen penyusun cost, mulai dari pengupasan, pengangkutan, penggalian, pengolahan, overhead, iuran tetap, asumsi royalti, gross margin, hingga amortisasi dan depresiasi.

Untuk komponen pengangkutan dari lokasi pengolahan ke PLTU, nilainya tergantung kesepakatan antara produsen dengan pembeli batu bara.

“Tapi jangan direview tiap tiga bulan, jangan enam bulan atau satu tahun. Kalau mau life of mine, 10 tahun, di luar negeri kan 10-15 tahun. Bikin kontrak business to business longterm,” tandas Pandu.(RA)