JAKARTA – Pemerintah diminta segera merealisasikan pembentukan holding badan usaha milik negara (BUMN) minyak dan gas secara formal yang menggabungkan PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk menjadi bagian PT Pertamina (Persero). Holding BUMN migas dinilai bisa mendukung konversi energi dari bahan bakar minyak (BBM) ke gas yang selama ini tengah diupayakan pemerintah.

Achmad Widjaja Wakil Ketua Komite Tetap Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Industri Hulu dan Petrokimia, menyatakan diperlukan ketegasan pemerintah untuk bisa segera memutuskan penggabungan PGN ke dalam Pertamina.

“PP 72 Tahun 2016 sudah jelas, hanya perlu ketegasan pemerintah mengambil keputusan politik bukan keputusan komersialnya,” kata Achmad kepada Dunia Energi, Jumat (13/1).

Presiden Joko Widodo pada pengujung 2016 telah menandatangani Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada badan usaha.

Salah satu poin utama dalam beleid tersebut adalah terkait saham negara pada BUMN yang dijadikan penyertaan modal negara pada BUMN lain, maka BUMN tersebut menjadi anak usaha BUMN dengan ketentuan negara wajib memiliki saham dengan hak istimewa dalam anggaran dasar yang tertuang dalam pasal 2A ayat 2.

Selain itu, pemerintah juga diperkenankan menambah modal tanpa harus berkonsultasi dengan DPR. Karena dalam pasal 2A ayat 1 disebutkan setiap perpindahan aset negara di sebuah BUMN ke BUMN lain atau perusahaan swasta bisa dilakukan tanpa harus melalui pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) alias tanpa perlu persetujuan DPR.

Menurut Achmad, tidak ada alasan lagi bagi pemerintah untuk menunda pembentukan holding BUMN migas. Jika realisasi pembentukan tetap molor, maka disinyalir masih terdapat oknum yang merasa dirugikan dengan terbentuknya holding migas.

“Posisi holding yang masih tarik ulur disebabkan kepentingan para trader yang dimiliki pihak-pihak tertentu sehingga terhambat,” tambahnya.

Pemerintah sebelumnya juga telah mengeluarkan Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 6 Tahun 2016 tentang ketentuan dan tata cara penetapan alokasi dan pemanfaatan serta harga gas bumi. Aturan tersebut ditujukan untuk mencegah keberadaan para trader gas yang tidak memiliki infrastruktur ikut mengelola distribusi gas nasional.

Achmad mengatakan, untuk bisa meredam tekanan berbagai oknum yang selama ini mengambil keuntungan dengan keberadaan trader gas tersebut pemerintah harus segera bertindak dengan meleburkan PGN dengan Pertamina yang sudah memiliki infrastruktur gas dari hulu ke hilir, sehingga tata kelola gas menjadi lebih jelas.

“Pemerintah harus tegas bahwa holding harus segera melebur seluruh saham PGN ke Pertamina yang selaku pemilik negara penuh dan memiliki infrastruktur hulu sampai hilir,” tandasnya.(RI)