JAKARTA – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menyepakati perpanjangan kontrak pengelolaan Blok Masela oleh Inpex Corporation selama 20 tahun plus tujuh tahun. Dengan begitu perusahaan asal Jepang yang akan bermitra dengan Shell itu akan mengelola blok Masela hingga 2055.

Perpanjangan kontrak tersebut mengundang sorotan. Pasalnya, Peraturan Menteri (Permen) ESDM No 15 Tahun 2015 menyebutkan perpanjangan kontrak kerja sama dapat diberikan dengan persetujuan menteri untuk jangka waktu paling lama 20 tahun untuk setiap kali perpanjangan. Untuk mendapat persetujuan perpanjangan, kontraktor yang kontrak kerja samanya akan berakhir harus mengajukan permohonan kepada menteri melalui Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas) dengan tembusan kepada Dirjen Migas Kementerian ESDM.

Permohonan perpanjangan disampaikan paling cepat 10 tahun dan paling lambat dua tahun sebelum kontrak berakhir dengan memenuhi persyaratan permohonan perpanjangan kontrak kerja sama. Namun jangka waktu pengajuan permohonan perpanjangan tersebut dikecualikan dan dapat disampaikan lebih cepat dari batas waktu 10 tahun sebelum kontrak berakhir, untuk kontraktor yang telah terikat dengan kesepakatan jual beli gas bumi.

Saat ini Blok Masela belum memiliki kepastian penyerap gas yang akan diprediksi.  Harga yang masih tinggi membuat calon pembeli enggan menggunakan gas Masela.

Ignasius Jonan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), memastikan tidak akan melanggar regulasi yang ada. Pemberian jaminan perpanjangan kontrak baru secara lisan.

“Iya diperpanjangnya memang tahun depan. Ini cuma kesepakatan lisan saja,” kata Jonan saat ditemui disela pelaksanaan groundbreaking PLTGU Lombok Peaker, Mataram, Nusa Tenggara Barat, Jumat  (20/10).

Jonan beralasan jika tidak ada jaminan perpanjangan kontrak maka pengembangan Blok Masela tidak akan sesuai dengan nilai keekonomian.

Kontrak Blok Masela sendiri jika tidak ada perpanjangan akan habis pada 2028, sementara pengembangan blok termasuk masa konstruksi sampai dengan gas diproduksikan tersebut bisa memakan waktu hingga tujuh tahun.

“Kalau tidak diperpanjang bagaimana? Sisa sepuluh tahun, bangunnya saja tujuh tahun,” kata Jonan.

Jonan pun menampik bahwa pemberian keleluasaan pemilihan lokasi kilang gas alam cair (Liquefied Natural Gas/LNG) adalah sebagai insentif dari Inpex, karena nantinya pemerintah yang tetap akan mengambil keputusan.

“Enggak (bukan insentif),  kita tetap akan tentukan atas usulan mereka,” tegas dia.

Komaidi Notonegoro,  pengamat migas dari Reforminer Institute,  menilai pemerintah telah melakukan berbagai cara untuk bisa memastikan proyek Masela tetap berjalan. Terlebih Presiden Joko Widodo sudah menetapkan proyek Masela sebagai salah satu proyek prioritas nasional di sektor migas.

Pemerintah juga memiliki andil terhadap lamanya pengembangan Masela saat diputuskan perubahan skema pengembangan dari kilang laut menjadi darat, sehingga yang terjadi sekarang merupakan rentetan dari keputusan tersebut.

“Pemerintah tidak mau mempertaruhkan proyek Masela, tidak hanya dari nilai keekonomian tapi juga multi aspek,” tandas Komaidi.(RI)