JAKARTA– Kekhawatiran itu akhirnya terjadi juga! Petambang liar kembali merusak dan membongkar sumur minyak di wilayah kerja PT Pertamina EP Asset 1 Ramba Field di Mangunjaya, Kecamatan Babat Toman, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. Padahal, pada November 2017, tim gabungan yang dibentuk untuk memberantas praktik penyerobotan dan pengeboran ilegal di Mangunjaya sudah menutup 20 sumur terakhir dari total 104 sumur minyak di wilayah kerja Pertamina EP Asset 1 Ramba Field yang diserobot petambang liar.

Sebanyak empat sumur diketahui telah dibuka kembali oleh petambang liar pada Selasa (16/1) lalu. Warga Mangunjaya melaporkan pembukaan empat sumur, yaitu sumur MJ 78, MJ 21, MJ 34, dan MJ 72. Empat sumur itu “dimiliki/dikuasai” oleh petambang liar masing-masing Ar (MJ 78), Sb (MJ 21), Rm (MJ 34), dan Rs (MJ 72).

Muhammad Baron, Manajer Humas PT Pertamina EP, mengatakan Pertamina EP Asset 1 Ramba Field pada Kamis (18/1) telah melaporkan perusakan sumur yang telah ditutup oleh tim gabungan dari Polres, Kodim, Dinas ESDM Sumsel, dan Pertamina EP Asset 1 Ramba Field itu kepada Polres Muba. Manajemen Pertamina sangat menyesalkan kejadian pembongkaran sumur minyak itu terulang kembali.

“Kami beraharap kesadaran masyarakat atas bahaya pembukaan sumur tersebut, termasuk juga hasil sosialisasi bahwa sumur tersebut adalah masuk dalam kategori objek vital nasional,” ujar Baron saat dihubungi Dunia-Energi dari Jakarta.

Sumur Minyak di WK Pertamina EP Asset 1 Ramba Field yang dibongkar petambang liar. (foto: Pertamina EP)

Dia berharap kerja sama dengan aparat penegak hukum untuk bisa menindak tegas oknum masyarakat yang memhika sumur tersebut. Apalagi ini juga sudah menjadi komitmen bersama saat penutupan terdahulu.

“Kami berharap aparat penegak hukum dapat menindaklanjuti laporan ini. Bila tidak diusut, kami khawatir perusakan sumur yang sudah ditutup itu terulang kembali ,” katanya.

Imam Prihadono, pakar hukum migas dari Universitas Airlangga Surabaya, mengatakan permasalahan hukum terkait pembukaan sumur minyak yang telah ditutup sebaiknya diselesaikan oleh aparat penegak hukum. Kepolisian semestinya sudah bisa bertindak dengan informasi yang tersedia.

“Kepolisian seringkali memang terlambat dalam menangani penambangan liar. Ini terjadi di beberapa tempat. Misalnya penambangan liar pasir di Pasuruan yang menimbulkan konflik dengan warga sehingga menimbulkan korban Salim Kancil. Atau yg terbaru penambangan liar pasir yg mengakibatkan longsor dan korban nyawa penambang,” ujarnya.

Sumur minyak yang dibongkar petambang liar membahayakan. (Foto: Pertamina EP) 

Imam setuju perlunya sosialisasi terkait bahaya pengeboran minyak ilegal. Masyarakat perlu terus diedukasi dan diajak bersama menyelesaikan penambangan liar (PL) bahwa PL memiliki dampak negatif di antaranya kecelakaan yang membahayakan nyawa, kerusakan lingkungan, dan gangguan lainnya. “Namun masyarakat juga perlu diberikan insentif untuk berpartisipasi, misalnya pemberian modal usaha dan pembinaan industri kecil rumah tangga,”katanya. (DR/RA)