JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) kembali memberikan rekomendasi ekspor mineral bauksit kepada dua perusahaan, yakni PT Kalbar Bumi Perkasa dan PT Lobindo Nusa Persada.

Bambang Susigit, Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM, mengatakan  kedua rekomendasi ekspor tersebut diberikan pada 30 Oktober lalu dan berlaku untuk jangka waktu satu tahun.

Kedua perusahaan mendapatkan rekomendasi ekspor dengan volume besar.  Kalbar Bumi Perkasa mendapat rekomendasi izin ekspor dengan kuota 3,5 juta ton.

“PT Lobindo Nusa Persada diberikan sebesar 1,5 juta ton,” kata Bambang di Jakarta, Senin (6/11).

Menyusul penambahan rekomendasi terhadap dua perusahaan, total rekomendasi ekspor yang telah diberikan hingga November 2017  mencapai 14,6 juta ton.

“Rekomendasi 14,664 juta ton dan realisasi hingga sekarang 640.214 ton,” kata Bambang.

Data Kementerian ESDM menyebutkan rekomendasi ekspor sejauh ini sudah diberikan kepada enam perusahaan, yakni PT Aneka Tambang (Persero) Tbk dengan kuota 850 ribu ton, PT Dinamika Sejahtera Mandiri 2,4 juta ton, PT Cita Mineral Investindo dengan kuota 3,574 juta ton, PT Laman Mining sebesar 2,85 juta ton , PT Kalbar Bumi Perkasa 3,5 juta ton serta PT Lobindo Nusa Persada sebesar 1,5 juta ton.

Izin ekspor bauksit baru dibuka pemerintah sejak 12 Januari 2017. Sejak 2014 silam komoditas mineral itu dilarang untuk diekspor.

Pasalnya dikategorikan sebagai mineral mentah (ore) pemerintahan saat itu menilai hanya mineral hasil pengolahan (konsentrat) dan mineral hasil pemurnian saja yang diperbolehkan ekspor.

Izin ekspor yang diberikan kali ini sangat ketat dan ada sanksi mengikat. Karena hanya pemegang Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yang membangun atau memiliki smelter yang diperbolehkan mengajukan permohonan untuk mendapatkan rekomendasi ekspor.

Selain itu akan ada evaluasi yang dilakukan setiap enam bulan terhitung mulai mendapatkan rekomendasi ekspor. Evaluasi itu antara lain guna memastikan pembangunan smelter sesuai rencana kerja. Jika dalam enam bulan itu progres smelter belum mencapai 90% dari rencana kerja maka izin ekspor akan dicabut.(RI)