JAKARTA– Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mengantongi minat penanaman modal dari dua perusahaan asal Jerman senilai US$800 juta atau sekitar Rp 10, 8 triliun (kurs Rp 13.500) dalam proyek investasi pabrik pemurnian dan pengolahan (smelter) nikel. Thomas Trikasih Lembong, Kepala BKPM, mengatakan minat investasi itu didapat dalam agenda kunjungannya ke beberapa negara di Eropa seperti Jerman, Perancis, Swedia, Inggris, dan Denmark pada 15-22 Maret 2017.

“Dua perusahaan asal Jerman ini menyatakan minatnya bekerja sama dengan BUMN pertambangan Indonesia,” ujarnya dalam keterangan resmi, Senin (20/3).

Thomas mengatakan, selain perusahaan pertambangan, BKPM juga menerima komitmen dari sektor gas. Namun, nilai komitmen investasi dari satu perusahaan tersebut belum diketahui besarannya.

Menurut dia, kunjungan tersebut juga dimanfaatkan untuk bertemu dengan beberapa fund managers maupun perbankan di Jerman. Apalagi, hingga saat ini Jerman merupakan salah satu negara yang menjadi kontributor utama investasi di Tanah Air.

“Relatif stabilnya perekonomian dan solidnya fundamental makroekonomi Indonesia karena didukung arus investasi asing langsung (foreign direct investment/FDI) menjadi daya tarik bagi perusahan Jerman,” katanya.

Dalam lima tahun terakhir aliran penanaman modal dari Eropa sebesar US$ 13,3 miliar. Lima besar investasi dari Eropa yang masuk ke Indonesia adalah Belanda, Inggris, Perancis, Luxembourg dan Jerman.

Secara terpisah, Ladjiman Damanik, Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Mineral Indonesia, mengatakan pengolahan dan pemurnian mineral tambang akan memberikan nilai tambah secara beijenjang di dalam negeri. Untuk itu, ketentuan mengenai pengolahan dan pemurnian harus dijalankan secara konsekuen karena akan mendorong perekonomian domestik

“Amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara mengenai kewajiban pengolahan dan pemurnian di dalam negeri harus ditegakkan. Pemurnian mineral tambang akan memberi nilai tambah jauh lebih besar,” katanya.

Dia mencontohkan, harga pasar bijih bauksit kurang dari US$ 20 per ton. Apabila diolah menjadi alumina, harganya naik menjadi sekitar US$350 per ton. Harga terus meroket apabila dimurnikan menjadi aluminium batangan, yaitu sekitar US$2.500 per ton.

’’Jadi, sangat jelas bahwa nilai tambahnya jauh lebih tinggi ketimbang masih berupa konsentrat hasil olahan,” kata Ladjiman.

Selain harga yang meningkat berkali lipat, pengolahan dan pemurnian mineral di dalam negeri akan menimbulkan dampak berganda, seperti penyerapan tenaga kerja lokal dan munculnya sektor jasa dari aktivitas pengolahan serta pemurnian mineral. Sempat ada wacana untuk merelaksasi ketentuan ekspor konsentrat menyusul lambannya perkembangan pembangunan smelter. (DR)