JAKARTA – Setelah PT Pertamina Hulu Energi  (PHE) Offshore North West Java (ONWJ), kini skema kontrak bagi hasil gross split berlaku di dua wilayah kerja migas, yaitu WK Andaman I dan Andaman II.

Arcandra Tahar, Wakil Menteri  Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengungkapkan penandatanganan kontrak menandakan skema gross split lebih menarik minat investor hulu migas dibandingkan kontrak dengan skema cost recovery. Terbukti, pada lelang WK migas 2017, dari 10 WK migas konvensional yang ditawarkan pemerintah, terdapat 5 WK yang diminati investor. WK Andaman I dan Andaman II termasuk bagian dari 5 WK tersebut yang telah lebih dahulu masuk tahap penandatanganan.

“Peralihan skema kontrak migas dari PSC cost recovery menjadi PSC gross split memberi kepastian, kesederhanaan dan efisiensi,” kata Arcandra di Kementerian ESDM Jakarta, Kamis (5/4).

Menurut Arcandra, gross split akan memberikan kepastian bagi investor, karena parameter dalam pembagian split transparan dan terukur. Parameter ditentukan berdasarkan karakteristik lapangan serta kompleksitas pengembangan dan produksi.

WK Andaman I dan Andaman II berlokasi di laut Andaman di sebelah utara Aceh PSC gross split Andaman I dan II merupakan PSC gross split pertama yang ditandatangani untuk wilayah kerja baru. Kontrak berlaku untuk periode 30 tahun yang dimulai dengan tahap eksplorasi selama enam tahun.

Untuk WK Andaman I akan dikelola oleh Mubadala Petroleum (Andaman 1) RSC Ltd, dengan total komitmen investasi US$2,15 juta untuk kegiatan G&G dan akuisisi data seismik 3D 500 km2 serta menyertakan bonus tandatangan sebesar US$750 ribu.

Konsorsium Premier Oil Andaman Limited – KrisEnergy (Andaman II) Ltd – Mubadala Petroleum (Andaman 2) RCS Ltd akan mengelola Andaman II dengan total investasi US$7,55 juta untuk kegiatan G&G dan akuisisi data seismik 3D 1.850 km2 dan bonus tandatangan sebesar US$1 juta.

Nantinya kontraktor yang menggunakan skema kontrak gross split juga akan mendapatkan insentif dari sisi perpajakan. Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2017 yang mengatur perlakuan perpajakan pada kegiatan usaha hulu migas dengan kontrak bagi hasil gross split, maka kontraktor akan mendapatkan insentif pajak tidak langsung antara lain dibebaskan dari pemungutan bea masuk, pajak dalam rangka impor (PDRI), pajak pertambahan nilai (PPN), dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) atas bahan-bahan, barang dan peralatan yang yang diimpor dalam rangka Operasi Minyak dan Gas Bumi.

“Serta mendapat pengurangan pajak bumi dan bangunan (PBB) sebesar 100% sampai dengan dimulainya produksi komersial,” papar Arcandra.

Selain insentif, mengingat risiko dan modal investasi ditanggung kontraktor, maka dalam hal penghasilan setelah pengurangan biaya operasi masih terdapat kerugian, maka kerugian tersebut dapat dikompensasikan dengan penghasilan mulai tahun pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan 10 tahun.

Kontrak bagi hasil gross split ini berlaku sesuai Peraturan Menteri ESDM No 52 Tahun 2017 yang merupakan revisi Peraturan Menteri ESDM No. 8 Tahun 2017, apabila diperlukan.

“Jadi menteri dapat memberikan tambahan split untuk membantu komersialisasi wilayah kerja pada saat POD untuk suatu tingkat keekonomian tertentu” tandas Arcandra.(RI)