JAKARTA – Rencana pembentukan Badan Usaha Khusus (BUK) minyak dan gas dalam rancangan revisi Undang-Undang Migas dinilai harus ditinjau ulang. Pasalnya, rencana tersebut tidak dijelaskan secara terperinci tugas dari badan usaha khusus, terutama dalam pengelolaan sektor hulu.

Amien Sunaryadhi, Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas), mengatakan SKK Migas menginginkan adanya kejelasan tata kelola dan kemandirian, serta pelaksanaan kegiatan usaha hulu migas. Namun dalam skema BUK tata kelola sektor hulu tidak dijelaskan secara komperehensif.

“Belum terdapat kejelasan terkait pengaturan BUMN hulu migas,” kata Amien saat rapat harmonisasi RUU Migas bersama badan legislasi (Baleg) DPR, Kamis (15/6).

Dalam rancangan revisi UU Migas, BUK Migas merupakan badan usaha yang dibentuk secara khusus berdasarkan UU yang berkedudukan langsung di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.

Menurut Amien, masih belum matangnya skema pengelolaan dalam draft revisi UU Migas bisa dilihat dalam bentuk lembaga BUK Migas nantinya yang diusulkan sebagai badan pengganti untuk mengatur tara kelola migas dari hulu hingga hilir.

“Apakah BUK berbentuk korporasi yang mengelola kekayaan sendiri (hanya menyetor dividen ke pemerintah) atau sebagai instansi pemerintah yang menyetorkan seluruh pendapatan ke pemerintah, ini belum jelas,” kata dia.

Amien mengatakan dengan produksi dan cadangan yang semakin menurun dan relatif kecil, SKK Migas berharap UU Migas yang baru dapat menarik dan mendorong investasi serta memudahkan kegiatan operasional industri migas.

UU Migas juga harus menunjukkan kejelasan dalam mekanisme peralihan atau transisi kontrak untuk menjaga kesinambungan kehgiatan operasi minyak dan gas bumi beserta kegiatan penunjang.

Usulan lain yakni perlu adanya pengaturan mengenai pemisahan kekayaan, termasuk pembukuan sebagai suatu badan hukum, sehingga tidak berisiko terhadap seluruh kekayaan negara.

“Perlu ada kejelasan mengenai sumber kekayaan dan sumber pendapatan BUK Migas,” kata Amien.

Totok Daryanto, Wakil Ketua Baleg DPR, menyatakan sektor migas merupakan sektor sangat strategis. Untuk itu Baleg harus melakukan kajian mendalam termasuk dengan menerima masukan lembaga-lembaga yang selama ini sudah mengatur tata kelola migas, seperti SKK Migas maupun BPH Migas.

“Karena ini tangung jawab bersama, sekali salah kita bikin aturan payung hukum ini, dampaknya luar biasa, sehingga kita undang semua stakeholder,” kata dia.

Totok menegaskan keberadaan SKK Migas selama ini menjadi perdebatan akan tetapi fungsinya menjadi sangat penting sebagai wakil pemerintah dalam berhubungan dengan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS).

“SKK Migas itu memang fungsinya tidak bisa ditinggalkan, instusinya bermasalah tapi tugasnya penting,” tegas Totok.(RI)