JAKARTA – Salah satu isu utama dalam renegosiasi kontrak antara pemerintah dan PT Freeport Indonesia adalah komitmen pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter). Namun hingga saat ini belum ada kejelasan progress pembangunan smelter yang menjadi salah satu syarat pemberian perpanjangan kontrak operasi Freeport.

Gus Irawan Pasaribu, Ketua Komisi VII DPR, mengatakan DPR telah berulangkali menyoroti perkembangan pembangunan smelter yang dijanjikan Freeport yang tidak ada realisasi wujud fisiknya hingga saat ini. Padahal regulasi hilirisasi yang mengamanatkan adanya pembangunan smelter sudah diterbitkan sejak 2009.

“Kami, komisi VII menekankan supaya tidak berulang lagi masalah ulur ulur. Ini kan harusnya smelter selesai dalam lima tahun, tapi ada perubahan dan keluar Perarturan Pemerintah (PP) baru. Nah secara fisik sampai 2016 tidak ada progress. Kami minta kepastian smelter ini selesai pada 2022,” kata Gus usai menggelar rapat dengan Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Freeport Indonesia di Gedung DPR, Senin (27/11).

Menurut Gus Irawan, Freeport baru menyatakan komitmen. Bahkan untuk pemilihan lokasi smelter saja belum ditetapkan.

“Baru studi studi dan komitmen dengan mitra untuk membangun itu,” tukasnya.

Data anak usaha Freeport-McMoRan Inc itu menyebutkan, hingga September 2017 Freeport telah menggelontorkan dana sebesar US$ 228 juta untuk keperluan studi dan persiapan lokasi pembangunan, sementara total biaya komitmen yang harus dikeluarkan adalah sebesar US$ 1,34 miliar sehingga total seluruh biaya yang sudah dan harus dikeluarkan sesuai komitmen awal sekitar 62% dari seluruh total biaya project sebesar US$ 2,2 miliar.

“Sebetulnya mereka sudah mengeluarkan cost ratusan juta dolar, dan komitmen dengan pihak ketiga untuk mengerjakan pembangunan smelter tapi komitmen,” ungkap Gus.

Komisi VII DPR meminta pemerintah dan Freeport untuk menepati kesepakatan yang telah dibuat terkait renegosiasi yang harus rampung pada akhir 2017.

“Akhir 2017 ada empat hal yang nanti  akan disepakati yang tidak bisa dipisahkan,” kata Gus Irawan.

Tony Wenas, Executive Vice President Freeport Indonesia, menegaskan komitmen Freeport untuk membangun smelter, namun demikian kelanjutan pembangunannya  menunggu hasil kesepakatan terhadap beberapa poin utama perundingan lainnya.

“Kita tunggu semuanya selesai sepakat dengan pemerintah. Persiapan-persiapan sudah dimulai, studi-studi, engineering-nya sudah,” katanya.

Empat isu utama yang dibahas dalam renegosiasi kontrak antara pemerintah dan Freeport yang saling berkaitan satu sama lain dan tidak bisa dipisahkan yakni perpanjangan kontrak, pembangunan smelter harus rampung 2022, stabilitas investasi melalui kebijakan fiskal serta divestasi saham sebesar 51%.(RI)