JAKARTA – Langkah pemerintah melakukan deregulasi atau pemangkasan berbagai regulasi di sektor energi harus tepat dan berdampak langsung terhadap investasi. Satya Widya Yudha, Wakil Ketua Komisi VII DPR, mengungkapkan apa yang dilakukan pemerintah beberapa waktu kebelakang ini sudah sewajarnya dilakukan karena masalah tumpang tindih regulasi menjadi masalah klasik yang tidak kunjung diselesaikan selama bertahun-tahun.

“Saya bicara positif, kami inginkan deregulasi berdampak pada investasi sehingga menjadi lebih attractive,” kata Satya kepada Dunia Energi, Senin (19/2).

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dalam tiga minggu terakhir telah melakukan penyederhanaan deregulasi dengan mencabut peraturan lama dan mengganti dengan regulasi baru ataupun mencabut beberapa peraturan dan menggabungkan dalam satu regulasi.

Sejauh ini sudah ada sebanyak 51 regulasi disederhanakan menjadi hanya 29 regulasi yang terdiri dari regulasi di subsektor migas dari 10 menjadi tujuh regulasi; ketenagalistrikan dari dua menjadi satu regulasi; mineral dan batu bara (minerba) dari enam menjadi satu regulasi; energi baru terbarukan dan konservasi energi (EBTKE) dari enam menjadi dua regulasi, dan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas) dari 27 menjadi 18 regulasi.

Kementerian ESDM sebelumnya juga telah dilakukan mencabut 32 regulasi. Sektor migas menjadi subsektor yang regulasinya dicabut paling banyak, yakni sebanyak 11 regulasi, disusul EBKTKE dan minerba sebanyak tujuh regulasi, kemudian ketenagalistrikan empat regulasi serta dilakukan juga pencabutan terhadap peraturan di lingkungan SKK Migas.

Menurut Satya, dampak yang ingin dicapai tersebut tidak bisa direalisasikan dalam waktu dekat.  “Semoga ini bisa menjadi insentif kepada investor. Kami tidak perlu lihat efektif atau tidak dulu, tapi semua perlu waktu baru beberapa minggu,” ungkap dia.

Ignasius Jonan, Menteri ESDM berharap dengan pencabutan peraturan yang sudah tidak relevan dan menghambat investasi ini akan semakin meningkatkan fleksibilitas investasi. “Karena rencana investasi di sektor ditargetkan mencapai sekitar US$50 miliar atau naik dua kali lipat dibanding 2017,” tandas Jonan.(RI)