JAKARTA – Pemerintah diingatkan terhadap potensi pelanggaran Undang-Undang (UU) Nomor  4 Tahun 2008 dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 77 Tahun 2014 yang mengharuskan skema direct divestment pada divestasi saham PT Freeport Indonesia, anak usaha Freeport McMoRan Copper and Gold Inc.

“Bila ingin IPO (initial public offering) silahkan, namun kewajiban kepada peserta Indonesia (Pempus, pemda, BUMN, BUMD, swasta nasional secara berjenjang) tetap harus dilakukan. Dan jumlah yang ditawarkan ke peserta Indonesia di atas tidak boleh terdilusi,” kata Ahmad Redi, Pakar Hukum Sumber Daya Universitas Tarumanegara, kepada Dunia Energi, Selasa (29/11).

Freeport-1

Freeport memiliki kewajiban untuk melakukan divestasi 30 persen sahamnya ke pihak Indonesia yang dilakukan secara bertahap. Tahap pertama, Freeport sudah menyerahkan 9,36 persen sahamnya ke pemerintah. Sementara pada tahap kedua, Freeport harus menyerahkan 10,64 persen saham kepada pihak nasional.

Redi menjelaskan penawaran saham perdana ke publik (IPO) akan memberikan peluang terbesar kepada pemilik modal besar untuk menguasai saham Freeport. Hal ini, memungkinkan kepemilikan saham oleh pemerintah tidak tercapai.

“Akan terjadi beli saham atas nama, misal Freeport Indonesia dapat saja memberikan dana kepada perusahaan lain untuk membeli sahamnya,” ungkap dia.

Menurut Redi, tujuan divestasi adalah peralihan manfaat dan peralihan kontrak perusahaan dari asing ke pemerintah. Apabila melalui IPO, maka cita-cita ini tidak akan terjadi.

Di sisi lain, rencana divestasi saham Freeport disambut positif PT Bursa Efek Indonesia (BEI). “Ya BEI siap saja,” tandas Samsul Hidayat, Direktur Pengembangan BEI, kepada Dunia Energi.

Opsi IPO mencuat setelah Freeport membanderol US$1,7 miliar untuk 10,64% sahamnya yang akan dilepas  ke pemerintah. Namun, hingga saat ini pemerintah belum merespon tawaran tersebut. Padahal, Tim divestasi saham Freeport sudah terbentuk sejak 4 Maret 2016. Tim yang terdiri dari Kementerian Koordinasi Perekonomian, Kementerian Keuangan, Kementerian BUMN, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) serta Sekretariat Kabinet bertugas menghitung nilai wajar saham Freeport.(RA)