JAKARTA– PT Adaro Energy Tbk (ADRO), emiten pertambangan batubara nomor besar kedua dari sisi produksi, bersama mitranya, EMR Capital, perusahaan manajer investasi, telah mendapatkan izin dari Pemerintah Australia pada pekan lalu untuk mengakuisisi 80% saham Rio Tinto di di tambang batu bara kokas Kestrel di Queensland, Australia. Turunnya izin dari pemerintah setempat akan memuluskan langkah Adaro untuk mencaplok saham Rio Tinto di tambang Kestrel.

Moh Syah Indra Aman, Direktur PT Adaro Energy Tbk, mengatakan perseroan saat ini mengupayakan pendanaan untuk pembelian saham Rio Tinto di tambang Kestrel. Penuntasan pendanaan atau financial closing untuk akuisisi tambang itu ditargetkan dapat selesai pada kuartal III 2018.

“Dana untuk akuisisi akan diambil dari kas internal perseroan sebesar 30%-40%, sisanya 60% financing dari perbankan,” kata Indra saat buka puasa bersama media di Jakarta, Rabu (30/5).

Dari keterbukaan informasi perusahaan, manajemen Adaro melakukan perjanjian mengikat dengan EMR Capital untuk mengakuisisi saham Rio Tinto pada tambang batubara kokas Kestrel. EMR Capital bergerak di bidang pengelola private equity bidang pertambangan.

Dua pihak telah meneken perjanjian mengikat untuk mengakuisisi 80% saham Rio Tinto dengan nilai total konsiderasi sebesar US$ 2,2 miliar atau sekitar Rp 30,8 triliun pada 27 Maret 2018. Porsi akuisisi tambang Kestrel, 48% oleh Adaro dan 52% oleh EMR Capital.

Mengutip Reuters, Selasa (27/3), penjualan tambang Kestrel yang terletak di negara bagian Queensland ini merupakan kesepakatan penjualan ketiga yang dilakukan oleh Rio Tinto sepanjang bulan Maret 2018.

 

Para Pekerja Rio Tinto di tambang Kestrel, Queensland, Australia (foto: dokumen Rio Tinto)

Jean Sebastien Jacques, Chief Executive Officer (CEO) Rio Tinto, mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa penjualan terbaru ini dikombinasikan dengan pembelian Glencore atas tambang Hail Creek dan divestasi proyek batubara yang belum dikembangkan akan membuat portofolio Rio lebih kuat dan lebih terfokus.

Rio Tinto tengah berusaha menjual semua aset batubaranya, mengingat perusahaan ini tidak ingin lagi fokus di batubara, melainkan di lini bijih besi, tembaga, dan aluminium.

Rio Tinto sebelumnya juga telah menjual tambang Hail Creek dan proyek pengembangan barubara Valeria di Queensland, ke Glencore senilai US$ 1,7 miliar. Dua hari kemudian proyek batubara di Queensland dijual kepada Whitehaven Coal senilai US$ 200 juta.

Dalam pernyataan resminya, Jacques menyebutkan, proyek batubara Kestrel membukukan pendapatan sebelum bunga, pajak, depresiasi dan amortisasi atau EBITDA sebesar US$ 341 juta dan laba sebelum pajak sebesar US$ 258 juta sepanjang 2017.

Tambang Kestrel terletak di Cekungan Bowen, Quuensland, salah satu wilayah utama batu bara metalurgi di dunia. Tambang Kestrel memproduksi batu bara kokas keras sebesar 4,25 juta ton (berdasarkan kepemilikan 100%) pada 2017.

Tambang itu juga memiliki cadangan yang dapat dipasarkan sebesar 146 juta ton, serta sumber daya sebesar 241 juta ton per 31 Desember 2017. Setelah 80% saham Rio Tinto berpindah tangan, Adaro dan EMR Capital akan bersama-sama mengelola dan mengoperasikan tambang. Saat ini, pemegang saham tambang Kestrel adalah Rio Tinto Queensland Coal Pty Limited sebesar 80% dan Mitsui Kestrel Coal Investment 20%. (DR)