JAKARTA – Pemerintah memutuskan untuk kembali membekukan sementara (temporary suspend) keanggotaan di Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak Dunia (OPEC) menyusul keputusan pemangkasan produksi 1,2 juta barel per hari (bph).

“Padahal kebutuhan penerimaan negara masih besar dan pada RAPBN 2017 disepakati produksi minyak 2017 turun sebesar 5 ribu barel dibanding 2016,” kata Ignasius Jonan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dalam keterangan tertulisnya, Kamis (1/12).

Dalam sidang OPEC di Wina, Austria, Rabu (30/11), Indonesia diminta untuk memotong sekitar 5 persen dari produksinya, atau sekitar 37 ribu barel per hari. Padahal pemerintah dan DPR sudah menyepakati penurunan produksi tahun depan  hanya sebesar 5 ribu barel per hari.

Jonan menambahkan, sebagai negara net importer minyak (crude oil), pemotongan kapasitas produksi yang diminta OPEC tidak menguntungkan bagi Indonesia. Pemangkasan produksi OPEC secara teoritis akan membuat harga naik.

Dengan pembekuan keanggotaan ini, Indonesia tercatat sudah dua kali membekukan keanggotaan di OPEC. Pembekuan pertama pada 2008 dan efektif berlaku 2009. Indonesia memutuskan kembali aktif sebagai anggota OPEC pada awal 2016.

Pembekuan sementara ini dianggap sebagai keputusan terbaik bagi seluruh anggota OPEC. Sebab dengan demikian keputusan pemotongan sebesar 1,2 juta barel per hari bisa dijalankan, dan di sisi lain Indonesia tidak terikat dengan keputusan yang diambil, sejalan dengan kepentingan nasional.(RI)