JAKARTA –  PT PLN (Persero), badan usaha milik negara di sektor ketenagalistrikan, dijadwalkan mengumumkan pemenang tender proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTGU) Jawa 1 berkapasitas 2X800 megawat awal Oktober mendatang. Sesuai persyaratan tender, ada dua opsi lokasi titik serah penjualan listrik dari PLTGU Jawa 1, yaitu Muara Tawar Bekasi dan Cibatu Baru (Cilamaya), Karawang.

Sejauh ini ada empat peserta yang mengikuti tender proyek dengan perkiraan investasi US$ 2 miliar tersebut. Pertama, konsorsium Mitsubishi Corp-JERA-PT Rukun Raharja Tbk-PT Pembangkitaan Jawa Bali (anak usaha PLN). Kedua, konsorsium PT Adaro Energi Tbk-Sembcorp Utilities PTY Ltd. Ketiga,  konsorsium PT Medco Power Generation Indonesia-PT Medco Power Indonesia (keduanya merupakan anak usaha PT Medco Energi Internasional Tbk)-Kepco-dan Nebras Power. Keempat, konsorsium PT Pertamina (Persero)-Marubeni-dan Sojits.

Tiga konsorsium dikabarkan mengajukan lahan untuk PLTGU Jawa 1 di Muara Tawar, Bekasi. Sedangkan satu konsorsium lagi mengajukan Cibatu Baru, CIlamaya sebagai lahan untuk pengembangan pembangkit berbahan bakar gas tersebut.

Pengembangan PLTGU Jawa 1 melalui reklamasi, butuh waktu lama. Selain harus menguruk laut yang membutuhan segala perizinan, termasuk  izin Amdal, pengurukannya juga butuh waktu lama, bahkan bisa lebih dari satu tahun.  Dengan lahan reklamasi, penyelesaian proyek tepat waktu atau commercial operation date (COD) PLTGU Jawa 1 diproyeksikan molor hingga Mei 2021. Hal ini dinilai akan merugikan PT PLN (Persero) dan masyarakat. Sementara itu, dengan lahan yang sudah ada di Cilamaya, COD malah bisa maju hingga Desember 2019, bahkan mechanical completion-nya bisa dilakukan April 2019.

Syamsir Abduh, Anggota Dewan Energi Nasional, mengatakan jika harus melalui reklamasi laut, penyelesaian proyek (COD) PLTGU bakal lebih lama karena membutuhkan banyak proses perizinan dan  amdal yang lebih kompleks. Reklamasi pantai butuh waktu setahunan.
“Pembangunan PLTGU Jawa 1 juga berpotensi digugat jika dibangun di atas lahan reklamasi,” ujarnya di Jakarta.

Menurut Syamsir, kemampuan menyelesaikan proyek tepat waktu dan ketersediaan lahan merupakan salah satu dari lima kriteria yang harus dipertimbangkan PLN dalam  menentukan pemenang lelang PLTGU Jawa 1. Di luar itu, ada empat kriteria lain,  yaitu kualitas pekerjaan, harga penawaran,  kemampuan pendanaan,  serta kredibilitas dan  pengalaman.

“Kelima kriteria ini saling terkait dan faktor penyelesaian proyek adalah sangat penting selain menjadi ukuran keberhasilan proyek juga menjadi pertaruhan kredibilitas dan memunculkan ketidakpercayaan publik,” katanya.

Herman Darnel Ibrahim, pakar energi dan ketenagalistrikan dan Ketua Indonesian Counterpart for Energy and Environment Solutions, menilai pilihan lokasi PLTGU Jawa I seyogyanya dilakukan berdasar suatu studi dengan membandingkan dua atau tiga alternatif lokasi. Salah satu kriteria adalah lokasi yang baik adalah yang sedekat mungkin ke pusat beban atau konsumsi listrik dan yang memberikan biaya penyediaan termurah.

“Untuk kasus ini biaya untuk permesinan dan fasilitas terminal LNG-nya hampir sama untuk lokasi sekitar Jakarta. Jadi biaya termurah lebih bergantung kepada harga tanah dan kondisi tanah atau biaya pondasi,” jelas dia.

Menurut Inas Nasrullah, Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Hanura, konsorsium yang memiliki lahan sendiri semestinya menjadi pertimbangan asalkan lokasi pengembangan pembangkit di Muara Tawar atau di Cibatu, Cilamaya, Karawang. Pemenang tender tidak mau mengambil risiko Amdal, apalagi bila dibangun di lahan rekalmasi. “Jika dibangun bukan di lahan reklamasi pembangunannya tentu lebih efisien,” katanya. (RA/RI)