JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) kembali menambah kuota produksi batu bara pada tahun ini. Tidak tanggung-tanggung, kuota yang diberikan mencapai 100 juta ton, sehingga total kuota produksi 2018 mencapai 585 juta ton.

Persetujuan penambahan kuota produksi tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 1924 K/30/MEM/2018 tentang penetapan persentase minimal penjualan batu bara untuk kepentingan dalam negeri 2018.

Regulasi tersebut menetapkan penambahan produksi batu bara paling banyak sebesar 100 juta ton. Kebijakan penambahan produksi tidak dikenakan persentase penjualan batu bara untuk kepentingan dalam negeri (Domestic Market Obligation/DMO).

Agung Pribadi, Kepala Biro Komunikasi Layanan Publik dan Kerja Sama Kementerian ESDM, mengatakan salah satu manfaat dari penambahan kuota produksi batu bara adalah peningkatan cadangan devisa, apabila batu bara tersebut diekspor.

Ekspor batu bara bisa dilakukan dengan catatan perusahaan tambang telah memenuhi kewajiban DMO.

“Meskipun sudah dibuka penambahan produksi sejak 7 Agustus 2018, hingga saat ini pemerintah baru menyetujui penambahan produksi sebesar 25 juta ton. “Sisanya, 75 juta ton belum,” ujar Agung, Senin (20/8).

Pelaku usaha pertambangan tentu tidak keberatan untuk menambah produksi lantaran harga batu bara yang tinggi. Harga Batubara Acuan (HBA) saja Agustus 2018 mencapai US$ 107,83 per ton.

Disisi lain, penambahan produksi batu bara tentu jauh dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 yang dibuat dan disusun juga oleh pemerintah.

Berdasarkan data RPJMN Kementerian ESDM, produksi batu bara nasional seharusnya terus turun dari 2015 hingga 2019. Pada 2015 produksi ditetapkan sebesar 425 juta ton. Selanjutnya, produksi batu bara pada 2016 ditetapkan lebih rendah, menjadi 419 juta ton.

Produksi batu bara ditetapkan semakin rendah di 2017 yakni sebesar 413 juta, kemudian terus menyusut menjadi 406 juta ton pada 2018, dan menjadi 400 juta ton pada 2019.(RI)