WTP Adaro

Perusahaan tambang PT Adaro Indonesia mengalirkan air bersih dari fasilitas Water Treatment Point (WTP)-nya ke desa-desa di lingkar tambang sebagai salah satu program CSR.

JAKARTA – Direktur Jenderal Mineral dan Batubara, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Thamrin Sihite mengungkapkan, pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR) pada perusahaan tambang, harus dapat mengurangi dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh operasi eksploitasi mineral dan batubara.

“CSR pada pertambangan berbeda dengan CSR pada industri lainnya, seperti perbankan, telekomunikasi, dan sebagainya. Karena CSR pertambangan sangat terkait dengan Analisis Masalah dan Dampak Lingkungan (AMDAL),” kata Thamrin dalam “Indonesian Mining Association (IMA) CSR Expo” yang berlangsung 12 – 14 Juli 2012 di Jakarta.

Dalam pelaksanaannya, kata Thamrin, CSR pada industri pertambangan haruslah berupa program atau kegiatan, yang dapat mengurangi dampak lingkungan dari pertambangan. “Maka dari itu, dalam pelaksanaan CSR pertambangan harus bekerjasama dengan pemerintah daerah sehingga dapat berjalan efektif,” jelasnya.

Pada kesempatan yang sama, Ketua Umum IMA, Martiono Hadianto menjelaskan, bagi perusahaan tambang yang ingin usahanya berkelanjutan, CSR adalah kebutuhan. Untuk dapat menjaga keberlanjutannya, perusahaan tambang harus mendapat dukungan masyarakat setempat di mana dia beroperasi. Bersama pemerintah daerah dan masyarakat sendiri, perusahaan tambang harus terlibat untuk mengatasi masalah-masalah yang terjadi di masyarakat, baik sosial, ekonomi, budaya, pendidikan, dan lain-lain.

“Kalau persoalan ini tidak diatasi, maka akan terjadi kesenjangan dan operasi perusahaan mungkin akan terganggu. Jadi inisiatif CSR yang baik, bukanlah memberikan apa-apa yang diinginkan masyarakat, melainkan apa-apa yang dibutuhkan oleh masyarakat. Dan ini memang perlu dilakukan oleh masing-masing perusahaan tambang,” tandas Martiono.