JAKARTA – Satuan Kerja Khusus Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas) diminta untuk segera menentukan prioritas pengembangan blok minyak dan gas seiring dengan pemangkasan anggaran cost recovery.

Dito Ganindito, Anggota Komisi VII DPR, mengatakan meskipun cost recovery turun performa produksi migas harus tetap diupayakan untuk tidak menurun, salah satu caranya dengan menentukan prioritas blok migas mana yang di-carry over.

“Penurunan anggaran ini dilakukan karena ada kekhawatiran gross revenue dibawah atau lebih rendah dari cost recovery. SKK Migas harus pandai-pandai mengatur mana yang jadi prioritas” kata Dito saat dihubungi Dunia Energi, Rabu (29/6).

Menurut Dito, Banggar DPR terpaksa menurunkan anggaran cost recovery untuk mencegah peningkatan defisit anggaran yang mencapai 3%.

“Defisit kita cukup tinggi untuk mencegah agar tidak melebar labih dari 3% biaya-biaya dipotong. Semua yang bisa di carry over dieksekusi karena klo menggunakan langkah itu tidak ada biaya tambahan,” tambahnya.

Badan Anggaran (Banggar) DPR menetapkan anggaran cost recovery atau penggantian biaya operasi kegiatan hulu migas dalam revisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Perubahan 2016 sebesar US$8 miliar atau turun 30% dari alokasi pada APBN 2016 sebesar US$11,4 miliar.

Amin Sunaryadhi, Kepala SKK Migas mengakui penurunan cost recovery yang semula US$11,4 miliar yang turun 30% pada APBNP US$ 8 miliar tentu akan berdampak pada performa pengeboran KKKS yang juga akan dikurangi mengikuti turunnya cost recovery.

“Jadi kalau biaya untuk pengeboran itu dikurangi, supaya cost recoverynya turun berarti pengeborannya dikurangi kan. Tadinya sekian sumur menjadi sekian sumur. Nah kalau pengeborannya dikurangi ya produksinya nambah sedikit,” kata Amien.

Menurut Amien, penurunan produksi terjadi secara alami. Hingga Semester I 2016, rata-rata lifting minyak berada di posisi 834 ribu barel per hari (bph), namun SKK Migas memperkirakan penurunan akan terjadi memasuki semester II tahun ini. “Nanti mulai September akan drop, sehingga rata-rata setahun, hingga akhir 2019 sebesar 819 ribu bph,” tandas Amien.(RI)