JAKARTA – PT Chevron Pacific Indonesia masih belum menentukan langkah lanjutan rencana penerapan Enhance Oil Recovery (EOR) di salah satu blok migas terbesar di Indonesia, yakni Blok Rokan, Riau yang akan memasuki masa terminasi atau berakhirnya kontrak bagi hasil (production sharing contract/PSC) pada September 2021.

Yanto Sianipar, Senior Vice President Policy Government and Public Affair Chevron Pacific Indonesia, mengatakan perusahaan masih mempelajari aturan baru pengembalian biaya investasi hulu migas di blok terminasi. Pasalnya, proses EOR membutuhkan dana dan waktu yang tidak sedikit, sementara masa kontrak tidak lama lagi akan berakhir. “Kita sedang evaluasi Permen ESDM 26 Tahun 2017, bagaimana aplikasinya terhadap kontrak kita,” kata Yanto di Jakarta, Selasa (16/5).

Permen ESDM Nomor 26 mengatur mengenai mekanisme agar biaya investasi kontraktor existing pada masa terminasi atau kontrak habis dijamin akan dikembalikan melalui pembiayaan yang dilakukant6 calon kontraktor baru sebelum masa kontrak PSC blok tersebut berakhir.

Blok Rokan merupakan salah satu blok yang menjadi andalan Indonesia dan masuk dalam jajaran lapangan migas terbesar kontribusinya terhadap produksi migas nasional. Data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Minyak dan Gas (SKK Migas) pada 2016 lifting dari Blok Rokan sekitar 256,4 ribu barel per hari (bph) dari rata-rata produksi minyak nasional sebesar 800 ribu bph.

Mekanisme EOR yang dilakukan Chevron di Blok Rokan terdiri dari dua metode yakni dengan steamflooding dengan melakukan injeksi uap panas dan sudah diterapkan di lapangan Duri. Serta rencana selanjutnya dengan melakukan injeksi menggunakan bahan kimia surfaktan di lapangan Minas. Namun tantangan terbesar metode EOR dengan bahan kimia adalah besarnya biaya dan dibutuhkan waktu cukup lama sebelum mendapatkan hasil peningkatan produksi.

Menurut Yanto, Chevron mengapresiasi adanya upaya pemerintah untuk menjamin investasi di akhir masa kontrak.  Namun pemerintah diingatkan bahwa dalam implementasinya dipastikan tidak semudah yang diinstruksikan di dalam regulasi. Berbagai aspek serta parameter di industri migas harus jadi bahan pertimbangan dalam melakukan investasi apalagi di blok migas yang sudah habis kontraknya.

“Kita belum bisa mengatakan itu applicable fully atau tidak. Peraturannya sudah menuliskan kondisi yang kita dapatkan. Tapi kita masih pelajari peraturannya,” kata Yanto.(RI)