JAKARTA – Rencana Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BPMIGAS) untuk memasukkan kembali biaya Corporate Social Responsibility (CSR) sebagai Cost Recovery (biaya operasi yang dapat diganti pemerintah) dinilai oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKS) migas sebagai langkah yang wajar. Namun demikian, salah satu KKS terbesar di Indonesia, PT Chevron Pacific Indonesia mengaku CSR-nya tidak terlalu tergantung pada Cost Recovery.

Vice President Policy, Government and Public Affairs Chevron, Yanto Sianipar mengungkapkan, selama ini pihaknya telah mengalokasikan dana untuk pelaksanaan CSR, yang sifatnya non Cost Recovery. Jumlahnya memang tidak tetap, dan lebih disesuaikan dengan kebutuhan. Namun dana itu bisa dikeluarkan sewaktu-waktu jika dibutuhkan.

Diantaranya untuk membantu pelaksanaan PON Pekanbaru mendatang, membantu penanganan gempa di Sumatera Barat, ikut dalam tanggap darurat bencana gempa dan tsunami di Aceh, dan sebagainya. Jumlahnya ribuan hingga jutaan dolar AS. “Untuk CSR kami juga mendorong pendekatannya adalah AMDAL (berdasarkan Analisis Masalah dan Dampak Lingkungan). AMDAL yang telah disetujui pemerintah akan menjadi prioritas acuan dalam melaksanakan CSR. Ini terbukti lebih efektif,” ujar Yanto di Jakarta, Selasa, 24 Juli 2012.

Yanto juga menampik, rumor bahwa rencana BPMIGAS mengusulkan dana CSR kembali masuk Cost Recovery, adalah usulan dari Chevron. Menurutnya, rencana BPMIGAS itu merupakan hasil kajian semua pihak pemangku kebijakan di sektor migas, bahwa sejak CSR tidak lagi masuk Cost recovery dan angkanya dibatasi dengan ketentuan negative list dari Kementerian ESDM, jumlah gangguan operasi migas terus meningkat.

Manager Corporate Communication Chevron, Dony Indrawan mengungkapkan, Chevron merupakan salah satu Kontraktor KKS yang paling lama beroperasi di Indonesia, yakni 87 tahun. Maka dari itu, tanggung jawab sosial merupakan suatu kebutuhan bagi Chevron, agar oprasinya berjalan lancar, paling tidak 87 tahun ke depan. Sejauh ini, Chevron sudah membuktikan komitmennya kepada bangsa, diantaranya dengan jumlah karyawan yang 98%-nya adalah tenaga kerja Indonesia.

Untuk lima tahun ke depan, lanjut Dony, Chevron juga akan fokus pada kerja-kerja lingkungan. Diantaranya penanaman 250.000 pohon, pada lahan seluas 4.000 hektar. Program ini disebut Green Corridor, yakni upaya untuk menyambung simpul-simpul hutan tropis di Pulau Jawa. “Dengan begitu, Chevron berharap dapat benar-benar memenuhi janjinya, menjadi penyuplai energi yang berkelanjutan,” tandasnya.